PKB Ibaratkan Putusan MK Soal Pemilu Dipisah bak 'Mantenan' Dua Kali, Timbulkan Pemborosan

4 hours ago 1

Jumat, 4 Juli 2025 - 20:07 WIB

Jakarta, VIVA – Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Jazilul Fawaid mengungkapkan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal pemilu nasional dan daerah dipisah tidak selaras dengan semangat efisiensi yang dijalankan pemerintah. 

Menurut dia, pemisahan pemilu nasional dan daerah justru akan menimbulkan pemborosan. Sebab, banyak anggaran yang harus dikeluarkan pemerintah dan partai politik (parpol) untuk gelaran pemilu nasional dan daerah.

“Ini dibuat dua kali, itu artinya ibarat mantenan itu ada jam pagi, jam sore. Itu artinya konsumsinya, penyelenggaranya itu yang nambah biaya. Kita kan harus menyiapkan juga untuk saksinya di Pilpres, saksinya juga di DPRD,” kata Jazilul kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat, 4 Juli 2025.

Ilustrasi pemungutan suara pemilu.

Melihat hal tersebut, dia pun mendorong agar revisi UU Pemilu dipercepat agar bisa menemukan jalan tengah di balik polemik putusan MK tersebut. 

"Menurut saya revisi undang-undang pemiliu itu yang perlu dipercepat ya, perlu dibahas bersama-sama dengan pemerintah dengan anggota fraksi, untung-untung kalau draftnya dari pemerintah itu lebih cepat, lebih enak gitu loh," ujarnya. 

"Kalau saya yang penting komprehensif, tidak harus lewat omnibus law, satu dengan yang lainnya punya pertimbangannya komprehensif," katanya.

Sebelumnya diberitakan, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan keserentakan penyelenggaraan pemilihan umum (Pemilu) dalam hal ini pemilihan presiden (Pilpres), pemilihan DPR, DPD RI akan dipisahkan dengan pemilihan DPRD tingkat provinsi/kabupaten/kota serta pemilihan kepala daerah (Pilkada) tingkat gubernur-wakil gubernur, bupati-wakil bupati, dan wali kota-wakil wali kota mulai 2029 mendatang.

MK memutuskan sebagian permohonan yang diajukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), terkait norma penyelenggaraan Pemilu Serentak.

"Mahkamah menyatakan Pasal 167 ayat (3) dsn Pasal 347 ayat (1) UU Pemilu serta Pasal 3 ayat (1) UU Pilkada bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai ketentuan hukum mengikat secara bersyarat," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis, 26 Juni 2025.

Dalam pertimbangannya, MK memerintahkan pemungutan suara diselenggarakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden setelahnya dalam waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan untuk memilih anggota DPRD tingkat provinsi/kabupaten/kota, dan gubernur-wakil gubernur, bupati-wakil bupati, dan wali kota-wakil wali kota.

"Sehingga Pemilu serentak yang selama ini dikenal sebagai Pemilu lima kotak tidak lagi berlaku," ucap Wakil Ketua MK Saldi Isra saat membacakan pertimbangan putusan.

Halaman Selanjutnya

Sebelumnya diberitakan, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan keserentakan penyelenggaraan pemilihan umum (Pemilu) dalam hal ini pemilihan presiden (Pilpres), pemilihan DPR, DPD RI akan dipisahkan dengan pemilihan DPRD tingkat provinsi/kabupaten/kota serta pemilihan kepala daerah (Pilkada) tingkat gubernur-wakil gubernur, bupati-wakil bupati, dan wali kota-wakil wali kota mulai 2029 mendatang.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |