Jakarta, VIVA – Sejumlah pakar hukum menyimpulkan banyak langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berpotensi melawan hukum dalam memproses dan menetapkan Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto sebagai tersangka.
Kesimpulan itu diputuskan dalam Forum Focused Group Discussion (FGD) yang digelar Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim, Semarang dengan Firlmy Law Firm, Yogyakarta, di Jakarta.
Para ahli hukum yang terlibat dalam FGD ini ialah Chairul Huda, Prof Amir Ilyas, Prof. Eva Achjani Zulfa, Prof. Ridwan, Beniharmoni Harefa, Mahrus Ali, Aditya Wiguna Sanjaya, Idul Rishan, Maradona, dan Wahyu Priyanka Nata Permana sebagai fasilitator.
"Kami selama dua hari ini melakukan eksaminasi dan tiga putusan yang kami baca secara objektif yang kami pelajari sesuai ilmu dan kepakaran kami itu bahwa tidak ditemukan fakta bahwa Bapak HK ini terlibat atau ada dalam fakta persidangan putusan yang menyebut beliau untuk terlibat dalam kasus delik suap," kata Mahruz dalam konferensi pers di kawasan Jakarta Selatan, Selasa 4 Februari 2025.
Kusnadi di KPK
Photo :
- VIVA.co.id/Zendy Pradana
Salah satu tinjauan pakar hukum ialah tentang tindakan pemeriksaan, penggeledahan, maupun penyitaan yang dilakukan terhadap asisten Hasto, Kusnadi.
Hasil FGD menyimpulkan terhadap proses pemeriksaan terhadap Kusnadi pada 10 Juni 2024, dilakukan oleh KPK tanpa terlebih dilakukan pemanggilan sebagai saksi secara sah dan patut. Karena itu, segala barang bukti yang diperoleh KPK dipandang sebagai perolehan bukti yang tidak sah (unlawful legal evidence).
Selanjutnya, untuk penggeledahan dan penyitaan haruslah sesuai dengan prosedur yang telah diatur dalam KUHAP. Jika terdapat perbedaan antara tanggal kejadian penyitaan dengan tanggal dalam Surat Tanda Penerimaan Barang (STTB), maka penyitaan dapat dianggap cacat formil.
Konsekuensi hukumnya terdapat beberapa. Antara lain barang bukti yang disita bisa dinyatakan tidak sah dalam persidangan, pihak yang dirugikan dapat mengajukan praperadilan untuk membatalkan penyitaan tersebut (Pasal 77 KUHAP), penyidik dapat dianggap melakukan kesalahan administrasi yang seharusnya dikenakan sanksi.
FGD juga meninjau tentang sah tidaknya penetapan tersangka Hasto dalam dugaan tindak pidana suap dan dugaan tindak pidana perintangan penyidikan.
Hasil FGD, pertama, secara materiil dihubungkan dengan putusan pengadilan atas nama para pihak, tidak menunjukkan adanya keterlibatan Hasto dalam tindakan suap. Tindakan Hasto yang bersurat sebagai Sekjen PDIP yang bertindak atas nama partai kepada KPU mendasarkan pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 57.P/HUM/2019 bukan merupakan perbuatan yang bersifat melawan hukum (wederrechtelijkheid).
Penetapan seseorang sebagai tersangka suatu tindak pidana suap, sekaligus sebagai tersangka yang menghalangi penyidikan atau obstruction of justice, merupakan tindakan yang kontradiktif, tidak logis dan melanggar hak dasar tersangka itu sendiri.
Kedua, secara formil penetapan tersangka Hasto oleh KPK tidak sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014. Permohonan praperadilan hasto, diuraikan sejak terbitnya Surat Perintah Penyidikan Nomor" Sprin.Dik.153/DIK.00/01/12/2024, tertanggal 23 Desember 2024 dan Sprin.Dik/152/DIK.00/01/2024, tertanggal 23 Desember 2024.
Terhadap Hasto tidak pernah dilakukan pemeriksaan sebagai calon tersangka terlebih dahulu. Terlebih lagi ternyata dari permohonan praperadilan tersebut tidak pernah dilakukan penyelidikan sebagai Dasar diterbitnya Sprin.DIK tersebut. Untuk Sprin.DIK/152/DIK.00/01/12/2024 terkait dugaan tindak pidana merintangi penyidikan merupakan tindak pidana yang berdiri sendiri tidak terkait dengan dugaan tindak pidana suap, maka dengan demikian maka untuk setiap dugaan tindak pidana yang disangkakan terhadap Hasto berdasarkan kedua sprindik di atas, haruslah dilakukan pemeriksaan sebagai calon tersangka terlebih dahulu.
Termasuk apabila penetapan tersangka Hasto didasarkan pada alat bukti yang diperoleh secara tidak sah berdasarkan surat perintah penyidikan atas nama tersangka lain bukan berdasarkan Sprindik atas nama Hasto. Sehubungan telah menyalahi proses hukum acara pidana sehingga berimplikasi tidak sahnya penetapan tersangka terhadap HK.
Halaman Selanjutnya
FGD juga meninjau tentang sah tidaknya penetapan tersangka Hasto dalam dugaan tindak pidana suap dan dugaan tindak pidana perintangan penyidikan.