Jakarta, VIVA – Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Anindya Novyan Bakrie menggarisbawahi posisi geopolitik dan ekonomi Indonesia di tengah kompetisi dua blok besar dunia, Barat yang dipimpin AS dan Timur yang dipengaruhi oleh China.
"Saya sampaikan bahwa Indonesia ini nonblok dan bekerjasama atau berbisnis dengan semua,” tulis Anindya dalam akun Instagram resminya @anindyabakrie dikutip Minggu, 18 Mei 2025.
Mengutip semangat para pendiri bangsa, Anin menyatakan bahwa Indonesia akan tetap menjaga posisi strategis sebagai penyeimbang antara dua kutub besar dunia.
“Sebagaimana yang disampaikan founding father kita, posisi Indonesia ini seperti mendayung di antara dua karang (Barat dan Timur). Maka ke depan Indonesia akan tetap pada posisi ini, menjadi penyeimbang Barat dan Timur, tidak hanya dalam ekonomi tapi juga dalam stabilitas dan perdamaian," tutup Anin.
Dia pun menyoroti pentingnya stabilitas kawasan dan peluang kerja sama ekonomi usai menghadiri undangan jamuan makan malam kenegaraan di Qatar yang turut dihadiri Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Emir Qatar, Sheikh Tamim ibn Hamad Al Thani di Istana Lusail, Doha, Qatar, pada Rabu malam (14/05/2025) lalu.
[Ketua Umum Kadin Indonesia, Anindya Bakrie, usai meresmikan Kantor Pusat Konsultasi dan Pendampingan Satgas Makan Bergizi Gratis (MBG) Gotong Royong Kadin, di Gedung Tempo Scan Tower kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa, 13 Mei 2025]
Photo :
- VIVA.co.id/Mohammad Yudha Prasetya
Dalam wawancara eksklusif bersama Bloomberg TV, Anin sapaan akrabnya menyebut pertemuan tersebut membawa semangat positif dan membuka jalan bagi peningkatan kerja sama dagang dan investasi lintas kawasan.
"Saya pikir itu adalah jamuan kenegaraan yang sangat baik. Tapi yang lebih penting, semua orang pulang dengan suasana hati yang positif. Banyak pembicaraan soal perdagangan dan investasi," tambahnya.
Anin menekankan bahwa stabilitas kawasan Timur Tengah merupakan faktor penting bagi dunia, termasuk bagi Indonesia yang akan menjadi tuan rumah pertemuan ASEAN pekan berikutnya. Selanjutnya, Anin juga mengungkap bahwa kunjungannya ke AS dua pekan sebelumnya memperlihatkan kesamaan keinginan dari pelaku usaha AS dan Indonesia untuk menghindari dampak negatif dari kebijakan tarif.
"Mereka (pelaku usaha AS) benar-benar ingin segera menyepakati kesepakatan karena setiap kenaikan tarif akan mendorong inflasi," kata Anin.
Saat ini, nilai perdagangan Indonesia-AS tercatat sekitar US40 miliar, dengan AS sebagai mitra dagang terbesar kedua Indonesia setelah China. Anin optimistis angka ini bisa naik dua kali lipat dalam dua hingga tiga tahun ke depan.
"Kami bisa impor kedelai, gandum, kapas, daging, dan produk susu dari Amerika Serikat, dan di saat yang sama ekspor elektronik, furnitur, alas kaki, dan garmen. Selain itu, ada peluang kerja sama baru dalam hal mineral kritis," jelas Anin.
Indonesia kata Anin juga baru saja meluncurkan Sovereign Wealth Fund (Danantara) dengan aset kelolaan mencapai 900 miliar dolar AS, yang menurut Anin dapat dimanfaatkan untuk coinvestment antara Indonesia dan AS. Lebih lanjut, di tengah dinamika hubungan dagang global, Anin menyebut Indonesia berupaya memainkan peran sebagai jembatan ekonomi antar berbagai kekuatan besar dunia.
"Sama seperti Qatar yang punya posisi strategis di Timur Tengah, Indonesia sebagai negara terbesar di ASEAN dan satu-satunya anggota G20 dari kawasan ini ingin memainkan peran serupa. Tujuan akhirnya adalah membawa kesejahteraan, baik bagi rakyat Indonesia maupun bagi dunia," ujar Anin.
Menanggapi rencana kunjungan Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Perdana Menteri China yang direncanakan pada akhir Mei 2025, Anin menekankan pentingnya menjaga keseimbangan hubungan bilateral di tengah rivalitas kekuatan besar.
VIVA Militer: Presiden Prancis, Emmanuel Macron
Photo :
- Bloomberg/Krisztian Bocsi
"Memang tidak mudah. Tapi kalau kita bisa mengelola hubungan dengan Amerika Serikat dan China secara seimbang, hasil akhirnya bisa saling menguntungkan," tambah Anin.
Meskipun Indonesia saat ini menikmati tingkat inflasi yang relatif rendah, Anin memperingatkan bahwa tekanan inflasi global akibat konflik dagang tetap menjadi perhatian serius. "Kalau mitra dagang kita mengalami inflasi, itu tidak baik juga buat siapa pun," tandas Anin.
Sebagai informasi, mengutip dari pernyataan Menteri Luar Negeri Sugiono Kamis (15/05/2025) kemarin, bahwa Perdana Menteri (PM) China Li Qiang berencana melawat ke Jakarta untuk bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto pada Mei 2025. Sugiono menyebutkan kemungkinan kunjungan kenegaraan PM Li Qiang dijadwalkan sebelum lawatan Presiden Prancis Emmanuel Macron pada 27-29 Mei 2025.
Halaman Selanjutnya
"Saya pikir itu adalah jamuan kenegaraan yang sangat baik. Tapi yang lebih penting, semua orang pulang dengan suasana hati yang positif. Banyak pembicaraan soal perdagangan dan investasi," tambahnya.