Batam, VIVA – Kasus kekerasan terhadap asisten rumah tangga (ART) kembali menjadi sorotan publik, kali ini menimpa seorang perempuan muda bernama Intan (22 tahun) yang bekerja di rumah mewah kawasan Bukit Golf Residence, Batam. Perlakuan keji yang diterimanya dari majikan sendiri membuat banyak orang geram dan menuntut keadilan.
Pihak Polresta Barelang telah bergerak cepat, menetapkan dua tersangka dalam kasus ini: R, majikan korban, dan M, rekan kerja yang ikut melakukan kekerasan atas perintah R. Berikut adalah 5 fakta tragis di balik kasus yang mengguncang hati nurani ini:
1. Dipukuli Berkali-Kali Sejak Bekerja, Bukan Sekali Saja
Dari hasil penyidikan, terungkap bahwa kekerasan yang dialami Intan bukan kejadian tunggal. Sejak mulai bekerja pada Juni 2024, ia telah berkali-kali dipukuli oleh majikannya, bahkan sebelum kejadian terakhir yang viral di media sosial.
Intan diperlakukan dengan penuh kekerasan fisik hanya karena kesalahan kecil, seperti lupa menutup kandang anjing, yang menyebabkan dua hewan peliharaan berkelahi. Hal ini memicu amarah majikan dan menjadi pemicu pemukulan yang kejam.
2. Rekan Kerja Ikut Memukul karena Disuruh Majikan
Tak kalah memilukan, kasus ini juga menyeret rekan kerja Intan berinisial M sebagai pelaku. Bukan karena inisiatif pribadi, tapi karena dipaksa oleh R untuk ikut memukuli Intan. Hal ini diakui sendiri oleh M dalam pemeriksaan polisi.
Fakta bahwa kekerasan dilakukan secara kolektif atas perintah atasan memperlihatkan betapa buruknya lingkungan kerja yang dialami korban. Ini menjadi bukti bahwa sistem relasi kuasa dapat menjerumuskan siapa pun dalam tindakan tak manusiawi.
3. Gaji Tak Pernah Dibayar Penuh, Pernah Disuruh Makan Kotoran Hewan
Salah satu fakta paling tragis dan tidak manusiawi dalam kasus ini adalah perlakuan terhadap hak dasar korban. Selama lebih dari satu tahun bekerja, Intan tidak menerima gaji secara penuh. Gajinya yang hanya Rp1,8 juta per bulan pun sering dipotong karena alasan “kesalahan kerja”.
Lebih parahnya lagi, Intan mengaku pernah disuruh memakan kotoran binatang oleh sang majikan. Pernyataan ini diperkuat oleh hasil pemeriksaan polisi yang menemukan konsistensi dalam keterangan korban. Ini menjadi simbol perlakuan yang menghina martabat kemanusiaan.
4. Bukti Kekerasan: Luka Berat dan Barang-Bukti Menyedihkan
Kondisi Intan saat ini sangat memprihatinkan. Ia tengah menjalani perawatan intensif di RS Elisabeth, Batam, dengan luka berat di kepala, lengan, kaki, dan tubuh. Luka-luka itu adalah hasil dari penganiayaan brutal yang dilakukan dalam kurun waktu lama.
Polisi menyita sejumlah barang bukti yang digunakan untuk menyiksa korban, di antaranya:
- Raket nyamuk listrik
- Ember plastik oranye
- Serokan sampah biru
- Kursi lipat plastik
- Buku catatan “kesalahan” korban
Barang-barang sederhana ini berubah menjadi alat penyiksaan dalam rumah yang seharusnya menjadi tempat kerja yang aman.
5. Tersangka Terancam 10 Tahun Penjara, Tapi Korban Kehilangan Tahun-tahun Berharga
Setelah mengumpulkan bukti dan memeriksa saksi, penyidik akhirnya menetapkan R dan M sebagai tersangka dan langsung menahan keduanya. Mereka dijerat dengan Pasal 44 ayat (2) UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan ancaman maksimal 10 tahun penjara dan denda Rp30 juta.
Namun, di balik ancaman hukuman tersebut, yang tak bisa dihapus adalah tahun-tahun berharga yang hilang dari hidup Intan. Luka fisik bisa saja sembuh, tapi trauma dan penderitaan psikologis akibat perlakuan keji ini akan membekas sepanjang hidupnya.
Halaman Selanjutnya
Fakta bahwa kekerasan dilakukan secara kolektif atas perintah atasan memperlihatkan betapa buruknya lingkungan kerja yang dialami korban. Ini menjadi bukti bahwa sistem relasi kuasa dapat menjerumuskan siapa pun dalam tindakan tak manusiawi.