Jakarta, VIVA – Salah satu dampak dari perang dagang yang digaungkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, adalah terjadinya trade diversion alias pengalihan perdagangan. Di mana, banyak negara akan menjadikan Indonesia sebagai pasar penting produk mereka, yang jika tidak diantisipasi maka dikhawatirkan akan mengganggu produsen dalam negeri.
Menanggapi adanya potensi tersebut, Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia atau The Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) memastikan, dampak dari perang dagang itu tidak akan berimbas langsung kepada industri baja nasional.
Namun, Chairman IISIA, M. Akbar Djohan mengatakan, hal yang harus diantisipasi oleh industri baja nasional adalah peralihan pasar baja China, yang akan menyasar pasar-pasar yang perlindungan terhadap produk dalam negerinya lemah.
"Di mana salah satunya adalah Indonesia. Nah, ini yang perlu kita antisipasi," kata Akbar dalam konferensi pers di kawasan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Jumat, 11 April 2025.
Perang Dagang AS China.
Photo :
- Sputnik International
Karenanya, Akbar pun menegaskan bahwa IISIA akan selalu membangun narasi kepada pemerintah sebagai regulator industri baja nasional, untuk menjaga keseimbangan terutama dalam hal kepastian supply chain baja dan besi dalam negeri demi keberlangsungan industri baja nasional.
"Karena kalau kita mau mengejar target pertumbuhan ekonomi 8 persen per tahun dari program Bapak Presiden Prabowo, tentu salah satu akseleratornya adalah industri baja nasional kita ini," ujarnya.
Akbar meyakini, apabila rantai pasok industri baja nasional berjalan baik dan aman, maka dipastikan bahwa tidak kurang dari 10 juta tenaga kerja yang bisa dilibatkan dalam membangun industri baja nasional tersebut.
"Itu baru dari sisi tenaga kerja. Tentunya siklus daripada supply chain-nya itu membayar pajak, makanan, dan lain sebagainya," kata Akbar.
Ilustrasi perang dagang AS-China.
Photo :
- UK Investor Magazine
Belum lagi potensi ekonomi dari industri-industri strategis yang terkait dengan industri baja, seperti misalnya industri alat pertahanan dan keamanan. Karenanya, lanjut Akbar, industri baja nasional harus digaungkan kembali sebagai mother of industry, dan sebagai pilar utama dalam mendorong terciptanya ekosistem baja nasional untuk merealisasikan pertumbuhan ekonomi 8 persen.
"Yang kita khawatirkan, para industriawan ini kalau kita tidak diberi perlindungan, maka industrinya akan tutup dan terjadi PHK massal. Nah, ini yang harus kita tekankan tentang bagaimana pentingnya keseimbangan tadi," ujarnya.
Halaman Selanjutnya
Akbar meyakini, apabila rantai pasok industri baja nasional berjalan baik dan aman, maka dipastikan bahwa tidak kurang dari 10 juta tenaga kerja yang bisa dilibatkan dalam membangun industri baja nasional tersebut.