Belajar dari Kecelakaan Ioniq 5 N: Mengemudikan EV Tak Bisa Asal-asalan

2 days ago 5

Minggu, 30 Maret 2025 - 12:03 WIB

Jakarta, VIVA – Baru-baru ini, peristiwa nahas terjadi di jalan tol KM 5.200 Jakarta Outer Ring Road (JORR) yang melibatkan mobil listrik (electric vehicle/EV) Hyundai Ioniq 5 N dengan truk.

Akibat kecelakaan ini, tiga orang dilaporkan meninggal dunia, sementara dua lainnya mengalami luka-luka.

Dikutip dari laman Instagram @jakut24jam, kecelakaan ini diawali oleh adanya truk mogok di pinggir jalan yang sedang dalam perbaikan mekanik.

Kemudian, mobil Hyundai Ioniq 5 N melaju dengan kecepatan tinggi dan langsung memotong jalur kiri untuk mendahului kendaraan di depannya.

Sesaat kemudian, mobil tersebut langsung menghantam truk yang sedang dalam perbaikan.

"Mekanik truk yang berada di kolong meninggal dunia, pengemudi Ioniq 5 N juga meninggal. Sopir dan kernet truk selamat karena berada di luar truk dalam posisi aman," tulis keterangan unggahan.

Menanggapi kecelakaan ini, Sony Susmana selaku Safety Defensive Consultant Indonesia menyampaikan bahwa berkendara dengan mobil kecepatan tinggi itu mudah, tinggal menekan pedal gas lebih dalam.

"Namun, semakin kencang mobil melaju, semakin sulit untuk diberhentikan, terutama mobil listrik yang memiliki tenaga spontan dan torsi besar," ujarnya saat dihubungi VIVA pada Minggu, 30 Maret 2025.

Selain itu, daya pandang pengemudi juga semakin sempit, serta risiko kehilangan keseimbangan semakin besar.

Sony menekankan bahwa di jalan raya, kecepatan pengguna kendaraan tidak selalu selaras, lalu lintas ramai, keterampilan pengemudi beragam, serta penerangan jalan sering kali minim.

Oleh karena itu, semakin cepat mobil melaju, semakin besar kemungkinan terjadi kecelakaan.

Ia juga menambahkan bahwa hukum tersebut tidak hanya berlaku di jalan raya, tetapi juga di sirkuit, meskipun sirkuit telah disesuaikan dengan tingkat keamanan yang tinggi, kecelakaan tetap sering terjadi dan memakan korban jiwa.

Mengemudikan mobil listrik, menurut Sony, memerlukan pemahaman yang lebih mendalam karena teknologinya yang canggih.

"Mengemudi mobil listrik itu spesial karena teknologinya canggih, jadi tidak hanya dibedakan dari pelat nomor yang berwarna biru saja, tapi juga style drivingnya berbeda," tambahnya.

Kemudian, Sony pun menegaskan bahwa seharusnya ada Surat Izin Mengemudi (SIM) khusus untuk mobil listrik, yaitu SIM A-EV.

"Mungkin secara operasional serupa dengan mobil konvensional, tetapi secara teknik ada perbedaan signifikan, seperti harus menginjak pedal gas dengan halus, memahami adanya sedikit delay saat mengerem, serta memahami cara menggunakan fitur hill assist atau regenerative brake di jalan menanjak, menurun, atau menikung," jelasnya.

Selain itu, saat melintasi jalan yang rusak atau berlubang, ada teknik tertentu yang harus dikuasai.

Lebih lanjut, ia menyampaikan pentingnya memahami aturan lalu lintas sebelum turun ke jalan raya agar tidak salah dalam berkendara.

"Bahu jalan seharusnya digunakan untuk keadaan darurat, kendaraan dengan kecepatan rendah, atau kendaraan yang berhenti, bukan untuk mendahului," kata Sony.

Ia menambahkan, "Jika ada kendaraan yang mogok atau rusak, sudah seharusnya kendaraan tersebut berhenti di bahu jalan yang relatif lebih kosong. Namun, jika ada kendaraan lain yang melintas di bahu jalan dengan kecepatan tinggi untuk mendahului, maka risiko bertabrakan dengan kendaraan yang sedang berhenti menjadi sangat besar."

Halaman Selanjutnya

Menanggapi kecelakaan ini, Sony Susmana selaku Safety Defensive Consultant Indonesia menyampaikan bahwa berkendara dengan mobil kecepatan tinggi itu mudah, tinggal menekan pedal gas lebih dalam.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |