Bukan Copy-Paste, Pengamat Ungkap Beda Gaya Politik Dedi Mulyadi dan Jokowi

1 day ago 3

Kamis, 29 Mei 2025 - 05:30 WIB

Jakarta, VIVA – Sepak terjang Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi yang hobi blusukan ke kampung-kampung, turun langsung menemui masyarakat -- jarang di kantor dan tidak suka dengan formalitas, seolah mengingatkan pada sosok Presiden ke-7 RI Joko Widodo atau Jokowi di awal-awal karir politiknya.  

Tak sedikit yang mengasosiasikan Kang Dedi Mulyadi (KDM) sebagai Jokowi jilid 2, dengan pendekatan dan gaya politik yang relatif sama, populisme. Jokowi membangun citra dan komunikasi politiknya dari Solo, memanfaatkan kekuatan dan opini media digital.

Pun Dedi Mulyadi. Selain seorang pejabat, mantan Bupati Purwakarta itu dikenal sebagai seorang Youtuber. Dia aktif memanfaatkan media sosial untuk berbagi kegiatan hariannya. Termasuk menyampaikan kebijakan pemerintah, respons terhadap peristiwa, juga interaksinya dengan warga. Ia sampai dijuluki 'Gubernur Konten'.

Pengamat politik Burhanuddin Muhtadi menilai bahwa Dedi Mulyadi tidak bisa disederhanakan sebagai 'Jokowi Jilid 2', meskipun keduanya memiliki gaya blusukan yang serupa. 

Presiden ke-7 RI Jokowi

Photo :

  • VIVA.co.id/Fajar Sodiq (Solo)

Ia menekankan pendekatan dan karakter kepemimpinan KDM memiliki ciri khas dan narasi kuat yang sedang dibangun. Salah satunya adalah ketika merespons setiap peristiwa dan kebijakan.

"Makanya dia tidak bisa kita sebut copy paste dari pak Jokowi. Kita tidak bisa menikmati argumen teknokratif dari Pak Jokowi. Kalau kita tanya Pak Jokowi jawabannya pasti pendek-pendek, 'Ya jangan tanya saya'atau 'Tanya yang Lain'," kata Burhanuddin Muhtadi dalam rilis survei Indikator, Rabu, 28 Mei 2025. 

"Tapi kalau Anda tanya ke KDM, itu dia berani berargumen, mendebat, itu artinya dia tidak 100 persen copy paste Jokowi, meskipun dalam hal blusukan masuk gorong-gorong sama soal itu, tapi soal argumen dia enggak," tambahnya

Selain soal argumen teknoratik dan narasi yang kuat, Burhanuddin menilai Dedi Mulyadi dari latar belakang karir politik yang panjang dan berliku.

Karir politik KDM merangkak dari bawah. Aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), pernah menjadi anggota DPRD, terpilih sebagai wakil bupati di usia 33 tahun, kemudian Bupati Purwakarta di usia 37 tahun. 

Sempat kalah sebagai Cawagub Jawa Barat tahun 2018, maju sebagai anggota DPR RI dari Golkar dan pindah ke Gerindra hingga terpilih menjadi Gubernur Jawa Barat periode 2025-2030.

"Ada jejak dia petarung. Poin saya terlalu menyederhanakan meringkus dia sebagai 'Jokowi jilid 2'," tegasnya.

Justru Tidak Populis

Lebih jauh, Burhanuddin Muhtadi juga menganalisa bahwa KDM tidak selalu menggunakan pendekatan populis dalam kebijakannya. Ia mencontohkan program keluarga berencana (KB) sebagai syarat penerima bansos di Jabar yang kontroversial.

Program ini, menurut Burhanuddin, meskipun strategis dari sisi kebijakan, tidak populer di kalangan masyarakat penerima bansos yang merupakan warga menengah bawah.

"Poin saya, tidak seluruh kebijaan dia populis. Saya lihat dari kejauhan KDM punya intuisi apa yang dia lakukan itu benar, dia punya keyakinan dia paling tahu apa yang baik buat warga, dia punya judgement. Lepas itu kontroversi, tapi dia eksekusi dengan segala plus minusnya," terang Burhan 

Dengan kombinasi gaya blusukan, intuisi kebijakan, dan keberanian berargumen, Dedi Mulyadi tampil sebagai sosok pemimpin yang tidak bisa diasosiasikan sebagai 'Jokowi jilid 2' dengan modal populer.

"Terlalu sederhana kalo mengatakan dia pakai pendekatan populistik, tetapi satu hal yang membantu menjelaskan dia populer, apa yang dia lakukan relate dengan apa yang diinginkan warga," ungkapnya
 

Halaman Selanjutnya

"Tapi kalau Anda tanya ke KDM, itu dia berani berargumen, mendebat, itu artinya dia tidak 100 persen copy paste Jokowi, meskipun dalam hal blusukan masuk gorong-gorong sama soal itu, tapi soal argumen dia enggak," tambahnya

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |