Ema Suranta, Dari Tumpukan Sampah Berujung Penghargaan Bergengsi

20 hours ago 5

 Jakarta, VIVA – Bermula dari tumpukan sampah dan semangat yang dibangun bersama komunitas emak-emak, Ema Suranta, berhasil meraih penghargaan Local Ace in Organic Waste Transformation. Penghargaan diterima dalam acara Mata Lokal Fest 2025 di Hotel Shangri-La, Jakarta. 

Ema adalah Perempuan dari Desa Kertamulya, Padalarang. Penghargaan itu bukan datang karena keberuntungan semata. Di baliknya, ada perjuangan panjang, tragedi yang membekas, dan terobosan dari masyarakat bawah.

Bank sampah Bukit Berlian yang dia dirikan pada 14 Februari 2019 telah memiliki 120 keluarga sebagai anggota. Komunitas itu terdiri dari emak-emak yang tinggal di wilayah Rukun Warga (RW) tempat Ema tinggal. Dari sinilah, awal mula sampah di lingkungan mereka dipilah-pilah.

jelas Ema, sekarang bank sampah bisa mengola 15 ton sampah organik setiap bulan. Dari situ, mereka menghasilkan 2 ton maggot atau Black Soldier Fly (BSF). Setiap 24 hari sudah bisa dipanen. Larva itu digunakan untuk pakan ikan, unggas, bahkan dijadikan tepung dan pelet untuk ikan hias.

Awalnya diserap oleh peternak ayam petelur. Sekarang off taker itu tidak ada lagi.  Namun, Ema dan komunitasnya kini sudah memiliki pembudidayaan ikan lele.

“Jadi sekarang kami serap sendiri produk maggot untuk ternak lele kami,” ujarnya. 

Kata Ema, Kepala Desa punya peran penting mengembangkan bank sampah serta kegiatannya. Bersinergi antara warga dengan pengelola bank sampah, dan pemdes.

Awalnya dapat sumbangan 5.000 ekor ikan lele dari kepala desa. Saat panen, warga juga ikut diundang dan mendapat oleh-oleh hasil panen lele.

Mereka bahkan diberi 5.000 benih ikan lele oleh kepala desa. Saat panen, hasilnya dibagikan ke warga. Inisiatif ini bukan cuma soal bisnis atau pengelolaan sampah, tapi tentang membangun komunitas dan ketahanan pangan lokal.

Lantas bagaimana sih awal mula Ema tergerak membangun bank sampah Bukit Berlian?

Mengurus bank sampah dimulai dari tragedi pada 2005. Saat itu, Tempat Pengolahan Akhir (TPA) Leuwigajah meledak akibat penumpukan gas metana dan curah hujan tinggi. Sampah setinggi 60 meter longsor, menimbun ratusan rumah, hingga korban jiwa. Lokasi kejadian hanya sekitar 20 km dari rumah Ema.

Pasca peristiwa itu, pemerintah membangun TPA Sarimukti di Cipatat, Kabupaten Bandung Barat, pasca TPA Leuwigajah ditutup. Tempat pengolahan limbah seluas 21,5 hektare itu mulai beroperasi pada 2006.

Masalah datang. Pada 2023, TPA Sarimukti kebakaran sehingga sementara waktu ditutup. Penduduk kesulitan membuang limbah. Sampah menumpuk di mana-mana. Bahkan ada yang menjuluki lautan sampah.

Pada tahun ini sampah kembali menggunung di TPA Sarimukti, karena daya tampung dan limbah yang diterima tidak sebanding. Ini mengubah cara pandang Ema terhadap sampah. Dia bertekad melakukan sesuatu agar kejadian seperti itu tak terulang lagi. 

Butuh waktu, dukungan warga, dan keberanian, tapi langkah kecil Ema di 2019 membentuk bank sampah akhirnya menjadi gerakan besar yang berdampak nyata.

Sebelum ada maggot dan budidaya lele, kegiatan Bank Sampah Bukit Berlian dimulai dari mengumpulkan sampah anorganik seperti plastik dan botol. Limbah ditukar dengan produk rumah tangga. Cara itu efektif. Dalam waktu singkat, 83 perempuan ikut bergabung.

Berjalan waktu, sampah organik mendominasi. Maka limbah ini harus diolah. Maka dimulailah eksperimen dan kolaborasi dengan komunitas pengolah maggot, hingga akhirnya Bukit Berlian mampu mengelola sendiri.

Perjuangan Ema dan komunitas emak-emak di Desa Kertamulya mendapatkan ‘darah baru’ saat Ema berkenalan dengan program Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera (Mekaar) dari PT Permodalan Nasional Madani (PNM), badan usaha milik negara (BUMN) pembiayaan ultramikro.

Melalui PNM Mekaar, Ema menerima pinjaman awal Rp 3 juta. Ini digunakan membeli peralatan dan 10 biopond budidaya maggot. Lalu bantuan demi bantuan berdatangan. PNM membuatkan kandang maggot pertama senilai Rp35 juta pada 2023 dan kandang kedua pada 2024 dengan biaya Rp100 juta.

PNM juga membuka akses pengetahuan. Ema sempat belajar langsung ke perusahaan pengolah maggot profesional, Biomagg, yang sudah mengekspor produknya ke luar negeri. Kini Ema punya mimpi serupa: ekspor maggot hasil karya lokalnya.

Direktur Utama PNM, Arief Mulyadi, mengapresiasi perjuangan dan prestasi Ema bersama emak-emak di bank sampah Bukit Berlian. Ema menurut dia, menjadi bukti bahwa perempuan prasejahtera bisa mandiri dan memberi dampak positif bagi lingkungan.

“Kami juga bangga karena PNM Mekaar tidak hanya memberikan pembiayaan tetapi juga membina nasabah untuk menjadi pelaku perubahan di masyarakat,” kata Arief Mulyadi dalam siaran pers.

Ini juga selaras dengan apa yang menjadi keinginan dari Gubernur Jawa Barat, ‘Kang’ Dedi Mulyadi. Melalui video pendeknya, KDM menyebut sampah sudah darurat di Jawa Barat.

“Khususnya di Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Cimahi, Kabupaten Bandung Barat. Dan kita berproblem di (TPA) Sarimukti,” kata Gubernur Jawa Barat itu.

Salah satu upaya mengatasi problem di TPA Sarimukti, menurut KDM, adalah mengurai persoalan di hulu bukan hanya di hilir. Demi mewujudkan keinginan itu, KDM menggandeng Achmad Husein, mantan Bupati Banyumas dua periode yang berpengalaman mengelola sampah ketika masih menjabat 

“(Kalau) berhasil di Sarimukti, kita terapkan di seluruh provinsi Jabar,” kata KDM.

Ema juga menyebut, penyelesaian masalah sampah tidak bisa hanya di hilir yakni area TPA diperluas, menambah mesin, dan seterusnya. Persoalan di hulu juga mesti dibenahi. Kalau pasokan terus bertambah, pastilah persoalan sampah tak bakal selesai.

“Makanya, kami ingin Pak KDM bisa berkunjung ke Bukit Berlian di Kertamulya untuk melihat apa yang kami sudah lakukan,” kata Ema.

Kisah Ema Suranta bukan cuma cerita tentang mengolah sampah jadi maggot atau budidaya lele. Tapi juga bagaimana ibu rumah tangga, bersama komunitasnya, membuktikan bahwa perubahan besar bisa dimulai dari langkah kecil. Bukan cuma lingkungan yang lebih bersih, tapi juga hidup yang lebih berdaya.

Halaman Selanjutnya

Lantas bagaimana sih awal mula Ema tergerak membangun bank sampah Bukit Berlian?

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |