Jakarta, VIVA – Dalam satu dekade terakhir, Indonesia menyaksikan gelombang baru dalam cara anak muda mencari dan mempelajari agama. Jika dulu kajian agama banyak dilakukan secara langsung di masjid atau pesantren, kini tren itu bergeser ke ruang digital.
Fenomena ini dikenal sebagai “Hijrah Digital”, di mana media sosial menjadi jembatan utama anak muda untuk mendalami nilai-nilai keislaman dengan cara yang lebih modern dan relevan.
Ilustrasi akses digital.
Photo :
- pexels.com/Tracy Le Blanc
Peran Media Sosial dalam Gerakan Hijrah
Platform seperti Instagram, TikTok, YouTube, dan X (Twitter) kini menjadi wadah utama bagi banyak influencer hijrah, ustaz muda, hingga komunitas dakwah digital. Konten keagamaan dibuat dengan format ringan dan mudah dicerna mulai dari video pendek berdurasi satu menit hingga podcast berdurasi panjang yang membahas isu-isu spiritual dan sosial secara mendalam.
Misalnya, kanal YouTube seperti Ngaji Cerdas, Khalid Basalamah Official, atau Ustaz Hanan Attaki berhasil menarik jutaan penonton muda. Sementara di TikTok, tagar seperti #hijrah, #ngajionline, dan #islammilenial telah ditonton ratusan juta kali. Ini menunjukkan betapa kuatnya daya tarik dakwah digital di kalangan generasi Z dan milenial.
Konten Agama yang Lebih Dekat dan Relevan
Salah satu kunci keberhasilan fenomena hijrah digital adalah gaya penyampaian yang santai dan relatable. Anak muda kini lebih mudah menerima pesan keagamaan ketika disampaikan dengan gaya kekinian, tanpa menggurui.
Banyak influencer hijrah menggabungkan kisah pribadi dengan nilai spiritual, menjadikan pesan agama terasa nyata dan aplikatif. Misalnya, mereka membahas topik seperti “cara tetap istiqamah di dunia kerja”, “mengelola stres dengan dzikir”, atau “menemukan makna cinta dalam Islam”.
Ilustrasi konten kreator.
Konten seperti ini membantu generasi muda memahami bahwa agama bukan hanya ritual, tetapi juga panduan hidup yang relevan dengan tantangan modern.
Dari Konsumsi ke Komunitas Digital
Fenomena hijrah digital juga melahirkan berbagai komunitas daring. Di Telegram dan Discord, banyak kelompok kajian online yang rutin mengadakan kelas tafsir, tahsin, hingga mentoring spiritual.
Komunitas seperti Shift Pemuda Hijrah, Ngaji Yuk Online, dan Halaqah Digital menjadi ruang bagi anak muda untuk saling mendukung dalam perjalanan hijrah mereka. Mereka berbagi pengalaman, motivasi, dan ilmu tanpa harus bertemu langsung.
Halaman Selanjutnya
Hal ini menunjukkan bahwa media sosial tidak hanya menjadi tempat konsumsi konten agama, tetapi juga wadah community building berbasis nilai spiritual.