Krisis Stok Darah dan Obat di Gaza, WHO Minta Akses Bantuan: Ini Sangat Mendesak!

3 weeks ago 9

Sabtu, 29 Maret 2025 - 16:52 WIB

Gaza, VIVA – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan bahwa Jalur Gaza mengalami krisis besar dalam persediaan darah dan peralatan medis. Padahal, stok darah dan peralatan medis penting untuk menangani pasien yang terluka akibat konflik yang masih berlangsung. 

Saat ini, Gaza hanya memiliki kurang dari 500 unit darah di bank darahnya. Angka itu jauh dari kebutuhan minimum 4.500 unit per bulan untuk menangani berbagai kasus darurat, seperti trauma akibat perang, operasi hingga persalinan yang rumit.

Sejumlah Pasien di RS Indonesia di Gaza dievakuasi.

Photo :

  • Dokumentasi MER-C

Perwakilan WHO di wilayah Palestina, Richard Peeperkorn, mengatakan jumlah korban luka terus bertambah. Namun, kapasitas untuk merawat mereka justru semakin berkurang. 

Dalam pengarahan kepada PBB di Jenewa, ia menyoroti lebih dari separuh rumah sakit yang menangani pasien trauma memiliki tingkat hunian tempat tidur di atas 80%. Artinya, banyak pasien yang membutuhkan perawatan tidak bisa mendapatkan layanan yang layak karena keterbatasan ruang dan fasilitas.

Selain kekurangan darah, pasokan medis lainnya juga semakin menipis. WHO melaporkan bahwa stok alat fiksator eksternal untuk menangani patah tulang telah habis sepenuhnya. Cairan infus dan antibiotik yang sangat dibutuhkan untuk mengobati pasien luka pun semakin sulit diperoleh.

"Ini benar-benar situasi yang sangat mendesak," kata Peeperkorn, dilansir dari Anadolu Ajansi.

"WHO siap membantu dengan mengirimkan pasokan yang diperlukan. Tetapi sayangnya, hingga saat ini, izin untuk memasukkan bantuan belum diberikan,” lanjutnya.

Hambatan dalam pengerahan tim medis internasional juga menjadi perhatian serius. Sejak 18 Maret, hanya enam tenaga medis darurat yang diizinkan masuk ke Gaza, sementara 34 lainnya masih menunggu izin di Yordania.

Bahkan, banyak dokter spesialis seperti ahli bedah vaskular mengalami penolakan untuk masuk. Dalam beberapa pekan terakhir, tingkat penolakan terhadap tim medis darurat yang ingin membantu di Gaza meningkat hingga 40-50%.

Sementara, proses evakuasi medis pun menghadapi kendala besar. Peeperkorn menjelaskan bahwa evakuasi pasien yang membutuhkan perawatan lebih lanjut di luar Gaza sebagian besar telah terhenti sejak penutupan perbatasan Rafah. Saat ini, pemindahan pasien hanya bisa dilakukan secara terbatas melalui Kerem Shalom.

Krisis kemanusiaan ini semakin memburuk setelah serangan udara mendadak yang dilancarkan militer Israel di Jalur Gaza pada 18 Maret lalu. Serangan tersebut menewaskan sedikitnya 855 orang dan melukai hampir 1.900 lainnya, serta menghancurkan kesepakatan gencatan senjata yang sebelumnya dicapai pada Januari.

Sejak Oktober 2023, lebih dari 50.000 warga Palestina telah terbunuh, sebagian besar di antaranya adalah perempuan dan anak-anak. Selain itu, lebih dari 113.900 orang mengalami luka-luka dalam serangan yang terus berlanjut. Dengan keterbatasan pasokan medis dan akses bantuan yang terhambat, warga Gaza semakin berada dalam kondisi yang sangat mengkhawatirkan.

Halaman Selanjutnya

"WHO siap membantu dengan mengirimkan pasokan yang diperlukan. Tetapi sayangnya, hingga saat ini, izin untuk memasukkan bantuan belum diberikan,” lanjutnya.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |