MPR: PPHN Tidak Hanya Jadi Wacana Politik, tapi Pedoman Pembangunan untuk Kepentingan Rakyat

5 hours ago 2

Jakarta, VIVA - Anggota Badan Pengkajian MPR Fraksi PDI Perjuangan (PDIP), I Wayan Sudirta mengatakan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) diusulkan sebagai solusi guna memastikan kesinambungan pembangunan nasional dengan tetap menjunjung prinsip demokrasi dan supremasi konstitusi. Menurut dia, saat ini pendulum otonomi daerah semakin ditarik ke pusat melalui berbagai Undang-undang.

“Tarik menarik kepentingan pusat-daerah ini memerlukan arah agar kembali pada konsepsi konstitusi. Ide mengkalkulasikan pasal-pasal dalam UUD 1945 yang directive menjadi haluan negara adalah kunci untuk melakukan perbaikan ketatanegaraan ke depan. Indonesia harus tetap berpihak pada Pancasila dan UUD 1945, agar kesinambungan visi dan misi serta arah ketatanegaraan menjadi lebih jelas,” kata Wayan dikutip pada Rabu, 12 Maret 2025.

Anggota DPR RI Fraksi PDIP, I Wayan Sudirta

Menurut dia, kini banyak provinsi dan kabupaten menguatkan otonominya dengan menggunakan simbol-simbol kebudayaan lokal. Dari sudut psikologis, ini bukan outward looking tetapi inward looking. Dari sudut kebudayaan, ini merupakan politik identitas.

“Pertanyaannya adalah bagaimana kemajemukan itu bertransformasi menjadi keindonesiaan dengan menghasilkan kesepakatan-kesepakatan sosio-kultural dan politik baru yang otonom dan genuine, sehingga menjadi semacam a constitution of the Indonesian society?,” ujarnya.

Kata dia, dihidupkannya kembali PPHN harus dilihat secara jernih sebagai wujud akselerasi upaya untuk mencapai kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. PPHN sesungguhnya memiliki peran strategis sebagai rambu-rambu pembangunan nasional, karena PPHN memilki visi dan misi negara, bukan visi misi dari perorangan atau kelompok golongan. 

“Oleh karena itu, dalam pembentukannya MPR sebagai lembaga yang diberikan kewenangan harus merangkum pandangan dan pertimbangan dari masyarakat, daerah, dan lembaga-lembaga negara yang ditentukan dalam UUD 1945. Dengan demikian, koridor supremasi konstitusi dan kedaulatan rakyat tetap dijunjung tinggi. PPHN yang disusun nantinya dapat menampung segala kebutuhan masyarakat dan menyediakan alternatif solusi atas permasalahan negara,” jelas dia.

Wayan menambahkan mengingat arti penting PPHN sebagai blue print dalam pelaksanaan pembangunan, serta untuk menghindari tumpang tindih kebijakan antarlembaga negara dan juga pemerintah daerah, maka penyusunan dan penetapannya dilakukan oleh MPR. Menurut dia, pPenguatan kelembagaan MPR melalui kewenangan untuk menyusun dan menetapkan PPHN bukanlah dengan maksud mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara. 

“Selanjutnya, perumusan PPHN harus memuat pokok-pokok kebijakan nasional yang bukan hanya ditujukan untuk Presiden, melainkan seluruh lembaga negara bahkan pemerintah daerah. Sehingga, tercipta harmonisasi dan kesinambungan antarlembaga negara,” kata Politisi PDI Perjuangan ini.

Meskipun tidak ada konsekuensi hukum dari MPR, kata dia, laporan kinerja lembaga negara dalam menjalankan PPHN menjadi bentuk akuntabilitas kinerja masing-masing lembaga negara. Mekanisme demokrasi seperti pemilu-lah yang akan menentukan dan menilai layak atau tidaknya pemimpin lembaga negara tersebut dipilih kembali.

Memang, Wayan mengatakan menghidupkan kembali PPHN harus dilakukan dengan amandemen UUD 1945 (terbatas). Karena Putusan MK Nomor 66/PUU-XXI/2023 menetapkan MPR tidak dapat menyusun Ketetapan yang bersifat regeling. Hal yang perlu dilakukan penyempurnaan yakni terhadap kedudukan MPR yang merupakan representasi seluruh rakyat Indonesia. 

“Oleh karena itu, sudah menjadi suatu keharusan bagi MPR untuk diberikan kewenangannya kembali agar dapat membentuk PPHN sebagai pedoman arah pembangunan nasional yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila,” jelas dia lagi.

Wayan menambahkan Amandemen UUD 1945 kelima secara terbatas dilakukan untuk menambahkan wewenang MPR dalam membentuk PPHN khususnya dalam Pasal 3 UUD 1945, Bab khusus tentang Pokok-Pokok Haluan Negara yang merangkum Bab-Bab yang ada dalam UUD 1945 yang sifatnya directive, serta melakukan perubahan dalam Aturan Tambahan UUD 1945, untuk menegaskan kedudukan Ketetapan MPR khusus untuk menetapkan secara administratif PPHN. 

“Ketetapan MPR tentang PPHN tersebut tidak perlu lagi dipahami sebagai ‘ketetapan’ yang merupakan produk regulasi, melainkan cukup dipahami sebagai produk administrasi, sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman di masa yang akan datang,” katanya.

Wayan mengatakan terkait dengan PPHN dan kebutuhan amandemen UUD 1945, maka menarik untuk disimak bahwa sejak dilakukan amandemen (1999-2002), UUD 1945 mengalami perubahan yang signifikan dalam berbagai aspek ketatanegaraan. Adapun, implementasi konstitusi saat ini mencakup beberapa hal di antaranya sistem pemerintahan yang lebih demokratis; desentralisasi dan otonomi daerah; penegakan HAM; serta kesejahteraan sosial dan ekonomi.

Jadi, Wayan menegaskan PPHN bukanlah sekadar dokumen kebijakan, melainkan fondasi penting dalam memastikan arah pembangunan nasional yang berkelanjutan. Dengan pendekatan yang inklusif dalam penyusunannya, serta mekanisme akuntabilitas yang jelas, PPHN dapat menjadi alat strategis dalam mewujudkan Indonesia yang adil, makmur, dan berdaulat.

“Langkah ke depan adalah memastikan bahwa PPHN tidak hanya menjadi wacana politik, tetapi benar-benar diterapkan sebagai pedoman pembangunan yang berorientasi pada kepentingan rakyat. Dengan begitu, kesinambungan kebijakan negara dapat terjaga tanpa mengorbankan prinsip demokrasi dan konstitusi,” pungkasnya.

Halaman Selanjutnya

Wayan menambahkan mengingat arti penting PPHN sebagai blue print dalam pelaksanaan pembangunan, serta untuk menghindari tumpang tindih kebijakan antarlembaga negara dan juga pemerintah daerah, maka penyusunan dan penetapannya dilakukan oleh MPR. Menurut dia, pPenguatan kelembagaan MPR melalui kewenangan untuk menyusun dan menetapkan PPHN bukanlah dengan maksud mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara. 

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |