Pakar: Kebijakan Tarif Trump Murni Politik AS Lawan China, RI Enggak Usah Ikutan

1 week ago 5

Kamis, 10 April 2025 - 10:24 WIB

Jakarta, VIVA – Rektor Universitas Paramadina yang juga Guru Besar Ilmu Ekonomi, Prof Didik J Rachbini menilai kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang membuat banyak negara kelimpungan, tidak sepenuhnya masalah ekonomi tapi akar masalahnya adalah urusan politik.

Itu juga yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam forum sarasehan ekonomi bersama Presiden RI, bahwa kebijakan tarif resiprokal Trump sulit dipahami para ilmuwan ekonomi dan tidak ada landasan ilmu ekonominya. 

"Kebijakan ekonomi tidak lagi memadai atau bahkan bisa lagi diandalkan untuk menghadapi langkah politik presiden Amerika Serikat ini. Lalu untuk apa kita membuat kebijakan ekonomi terhadap masalah ekonomi, yang akarnya adalah politik dan terjadi di dalam sistem dan proses politik?" kata Didik J Rachbini kepada VIVA, Kamis, 10 April 2025.

Seluruh tatanan ekonomi dan perdagangan dunia yang didasarkan pada asas dan hukum ekonomi dengan sendirinya roboh dan ambruk, karena politik negara adidaya seperti Amerika Serikat.

Kontainer impor barang dari Taiwan menumpuk di Pelabuhan Los Angeles AS

Photo :

  • AP Photo/Damian Dovarganes

Oleh karena itu, menurut Didik, respons kebijakan RI terkait tarif resiprokal Trump sebaiknya menukik ke akar masalahnya, yakni politik. Sebab, dampak ekonomi yang ditimbulkan dari kebijakan Trump merupakan produk kebijakan politik yang tidak berbasis asas dan hukum ekonomi. 

Pertama, kata Didik, antisipasi politik dan kebijakan pada level kesadaran (cognitive) para pengambil keputusan, dunia usaha dan masyarakan luas terhadap kenyataan proses politik dan demokrasi yang bisa melahirkan tokoh seperti Donald Trump. 

"Kita harus menyadari dan menerima kenyataan pahit dan rasa campur aduk bahwa proses politik dan demokrasi bisa mendadak menghasilkan orang aneh seperti Donald Trump. Produk turunannya adalah politik juga, yang tiba-tiba membuat kebijakan yang tidak masuk nalar teori dan asas hukum ekonomi," ujar pria yang juga pendiri Institute for Development of Economics and Finance (Indef) itu.

Setelah menyadari masalah ini, pemerintah dalam hal ini presiden, harus mengambil jalan politik merespons akibat dan dampak dari tarif Trump.

Head to Head AS Vs China

Ia menerangkan bahwa ekspor Indonesia ke  Amerika Serikat sekitar 11-13 persen dari total ekspor ke seluruh dunia, bagian ini yang akan terkena dampak langsung. Andaikan ke depan ekspor ke AS ini terkena dampak penurunan sekitar 30 persen, maka dampaknya terhadap total ekspor Indonesia sekitar 3-4 persen. 

"Porsi inilah yang harus segera digantikan dengan pasar baru dan kesepakatan baru dengan negara-negara lain, yang juga terkena dampaknya," ungkapnya

Karena itu, Indonesia sebagai negara besar perlu melakukan konsolidasi politik membuat poros ketiga bersama ASEAN, Asia Timur (Jepang, Korea Selatan, Taiwan), India, Amerika Latin (Brazil, Meksiko).

"Sejatinya dan secara politik kesintingan Trump ini adalah head to head dengan China, kita tidak perlu masuk ke dalam kutub tersebut," paparnya

Posisi politik Indonesia seperti ini mengingatkan pada sosok Presiden  Soekarno dalam semangat Bandung dalam Konferensi Asia Afrika (KAA) yang gegap gempita, dan itu berpengaruh luar besar secara politik sebagai perlawanan terhadap penjajahan. 

"Presiden Prabowo memiliki postur, karakter dan semangat yang menyerupai semangat Soekarno. Penampilan dan langkah politik, diplomasi, diplomasi ekonomi dalam situasi ekonomi terguncang seperti ini  perlu dilakukan, mengingat akar masalah dari tarif Trump yang muncul di hadapan kita tidak lain adalah langkah politik murni," kata Didik

"Jadi, sangat naif jika kita hanya merespons dengan kebijakan ekonomi dimana menurut Menteri Keuangan asas hukum dan teori ekonomi sudah tidak berlaku lagi," imbuhnya

Selain itu, politik luar negeri ini juga mutlak harus ditumpangi dengan politik perdagangan, yang berorientasi di luar Amerika Serikat dimana ada 88 persen ekspor RI ke berbagai negara (selain AS).  

"Diplomasi politik ke kawasan-kawasan ASEAN, Asia Timur, India, Amerika latin adalah peluang baru dalam era baru ketika AS sudah kalah bersaing dengan China. Kepanikan Trump hanyalah krisis transisi sejarah dimana kekuatan ekonomi yang bergeser dari Atlantik ke Pasifik," ujar Didik 

Meskipun demikian, di dalam negeri Indonesia harus menata kebijakan ekonomi dengan menjaga ketenangan makro ekonomi, menjaga tingkat inflasi agar kesejahteraan rakyat tidak tergerus, menjaga nilai tukar yang menjadi tanggung jawab BI agar tidak merosot.  

Rencana industrialisasi dan hilirisasi juga tetap dijalankan sesuai rencana untuk memperkuat ekonomi dalam negeri.

Halaman Selanjutnya

"Kita harus menyadari dan menerima kenyataan pahit dan rasa campur aduk bahwa proses politik dan demokrasi bisa mendadak menghasilkan orang aneh seperti Donald Trump. Produk turunannya adalah politik juga, yang tiba-tiba membuat kebijakan yang tidak masuk nalar teori dan asas hukum ekonomi," ujar pria yang juga pendiri Institute for Development of Economics and Finance (Indef) itu.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |