Pasar Ragu Soal Burden Sharing dan Kucuran Rp 200 Triliun ke Perbankan, Ekonom: BI Rate Perlu Ditahan

5 hours ago 2

Rabu, 17 September 2025 - 11:00 WIB

Jakarta, VIVA – Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI menilai, Bank Indonesia (BI) perlu menahan suku bunga acuan alias BI-Rate di level 5 persen pada bulan ini, setelah memangkasnya berturut-turut pada Juli dan Agustus 2025 lalu.

Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI, Teuku Riefky mengatakan, tujuannya supaya bank sentral dapat mengevaluasi efektivitas transmisi kebijakan moneter baru-baru ini, sambil tetap terus memantau volatilitas rupiah.

"Secara umum, LPEM memperkirakan bahwa inflasi ke depan tetap rendah. Sebelumnya, inflasi pada Agustus 2025 menurun menjadi 2,31 persen (yoy) atau tetap berada dalam kisaran target BI pada rentang 1,5-3,5 persen," kata Riefky dalam keterangannya, Rabu, 17 September 2025.

Meski demikian, LPEM memperkirakan bahwa risiko terkait koordinasi kebijakan semakin meningkat. Meski prospek baru terkait burden sharing antara BI dan pemerintah bisa membantu meredakan tekanan fiskal, hal ini juga berpotensi menimbulkan keraguan terhadap kredibilitas kerangka target inflasi BI.

Karenanya, BI dinilai perlu menyeimbangkan sikap akomodatif dengan komunikasi yang jelas, agar ekspektasi inflasi tetap terkendali dan tidak menimbulkan kesan bahwa kebijakan moneter subordinat terhadap kepentingan fiskal.

"Kekhawatiran pasar juga meningkat, karena keraguan terkait pembagian beban bunga (burden sharing) antara BI dan pemerintah, serta alokasi dana pemerintah sebesar Rp 200 triliun di sektor perbankan," ujarnya.

Riefky menambahkan, Indonesia sempat mengalami arus modal masuk dan penguatan rupiah hingga awal September lalu. Namun sentimen pasar berubah setelah reshuffle kabinet yang memicu arus modal keluar yang besar dan depresiasi nilai tukar rupiah.

Pada 8 Agustus hingga 8 September 2025, Indonesia mencatat arus modal masuk bersih sebesar US$0,46 miliar. Namun, sentimen berubah setelah pengumuman reshuffle kabinet oleh Presiden RI Prabowo Subianto pada 8 September 2025, termasuk penggantian posisi Menteri Keuangan.

Pada hari pengumuman tersebut, tercatat arus modal keluar bersih sebesar US$0,25 miliar, dan semakin intensif pada hari-hari berikutnya mencapai US$0,96 miliar pada 8-11 September 2025.

"Investor bereaksi hati-hati terhadap reshuffle kabinet tersebut, dan menafsirkan perubahan ini sebagai sumber ketidakpastian bagi arah kebijakan fiskal di masa depan. Muncul kekhawatiran bahwa pergantian kepemimpinan dapat mengubah keseimbangan antara disiplin fiskal dan prioritas belanja," ujarnya.

Halaman Selanjutnya

Riefky menambahkan, Indonesia sempat mengalami arus modal masuk dan penguatan rupiah hingga awal September lalu. Namun sentimen pasar berubah setelah reshuffle kabinet yang memicu arus modal keluar yang besar dan depresiasi nilai tukar rupiah.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |