Jakarta, VIVA – Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali jadi bahan perbincangan karena kebijakan dagangnya. Ia memutuskan untuk menunda sementara tarif atau pajak impor selama 90 hari untuk sekitar 60 negara, termasuk negara-negara Uni Eropa. Padahal, kebijakan tarif ini baru saja mulai berlaku selama 13 jam. Akibat keputusan itu, pasar saham langsung melonjak tinggi.
Namun, tidak semua negara mendapat keringanan. Justru untuk China, Trump malah menaikkan tarif menjadi 145 persen. Keputusan ini memicu reaksi keras dari China, yang juga menaikkan pajak barang-barang dari Amerika.
Apa Sih Maksudnya Tarif Itu?
Presiden AS Donald Trump mengumumkan tarif masuk barang impor ke AS
Photo :
- AP Photo/Mark Schiefelbein
Tarif adalah semacam pajak yang dikenakan pada barang dari luar negeri yang masuk ke suatu negara. Tujuannya bisa macam-macam, untuk melindungi produk lokal, menekan produk asing, atau untuk memaksa negara lain supaya mau berunding.
Nah, dalam kasus ini, Trump ingin menekan China agar mau membuat perjanjian dagang yang lebih "adil" bagi Amerika. Tapi, cara yang ia pakai justru membuat hubungan antara kedua negara semakin panas.
Siapa yang Untung, Siapa yang Buntung?
Presiden Donald Trump mengumumkan tarif masuk barang impor ke AS.
Photo :
- AP Photo/Evan Vucci
Jika dilihat sekilas, mungkin kebijakan ini terasa seperti strategi pintar. Tapi dampaknya bisa cukup besar, terutama untuk masyarakat biasa dan pelaku bisnis kecil. Misalnya, banyak barang yang dipakai sehari-hari oleh orang Amerika berasal dari China, seperti pakaian, elektronik, dan mainan. Kalau pajaknya naik, otomatis harga barang-barang itu di pasaran juga ikut naik. Konsumen akhirnya harus membayar lebih mahal.
Selain itu, perusahaan-perusahaan Amerika yang biasa memproduksi barang mereka di China juga bisa rugi. Mereka harus memilih, mau menanggung biaya tambahan sendiri atau menaikkan harga jual? Kalau harga jual dinaikkan, orang mungkin enggan membeli. Kalau ditanggung sendiri, keuntungan perusahaan jadi berkurang.
China Masih Jadi Mitra Dagang Utama AS
VIVA Militer: Presiden China, Xi Jinping dan Presiden AS, Donald Trump
Meskipun hubungan memanas, China tetap menjadi salah satu mitra dagang terbesar Amerika. Pada tahun 2024, nilai perdagangan barang antara dua negara ini mencapai lebih dari 582 miliar dolar (Rp9.782 triliun), seperti dilansir dari Aljazeera. Amerika masih banyak membeli barang dari China, dan China juga masih membeli produk dari Amerika, seperti makanan dan alat berat.
Namun, dari data terakhir, ketergantungan Amerika terhadap produk China mulai berkurang. Pada 2017, sekitar 21 persen barang impor AS berasal dari China. Sekarang, jumlahnya turun menjadi sekitar 13 persen. Meski begitu, China tetap jadi sumber utama untuk banyak produk penting.
Kebijakan tarif ini di satu sisi mungkin bisa membantu industri dalam negeri tumbuh karena persaingan dari luar berkurang. Tapi di sisi lain, harga barang bisa naik, konsumen jadi korban, dan perusahaan bisa mengalami penurunan keuntungan.
Meski Trump menyebut bahwa keputusan ini berdasarkan "insting" dan bukan perhitungan ekonomi rumit, tapi banyak ahli ekonomi khawatir langkah ini bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi dan bahkan membuat orang kehilangan pekerjaan.
Halaman Selanjutnya
Source : AP Photo/Evan Vucci