VIVA – Baru-baru ini Health Collaborative Center melakukan penelitian terhadap 1.061 responden di 29 provinsi di Indonesia. Berdasarkan penelitian tersebut diketahui bahwa 50 persen diantaranya mengalami overthinking.
"Hasilnya overthinking terjadi pada 50 persen orang di Indonesia yang diwakili dari responden ini," ujar peneliti utama yang juga founder dari Indonesia Health Collaborative Center, Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH dalam media briefing di kawasan Senayan Jakarta Pusat, Senin 24 Februari 2025.
Dalam penelitian itu juga diketahui bahwa perempuan memiliki risiko 2 kali lipat mengalami overthinking. Bahkan perempuan tidak bekerja dan memiliki pendidikan yang rendah memiliki risiko 4 kali lipat mengalami overthinking.
Terkait dengan penemuan itu, Ray menyebut bahwa hal ini lantaran beban dan peran ganda perempuan di Tanah Air. Yuk lanjut scroll artikel selengkapnya berikut ini.
Ilustrasi stres, pusing, putus asa, depresi
"Secara teori kenapa perempuan terutama di usia 20 hingga 49 tahun itu adalah perempuan usia produktif. Kita tau semua bahwa perempuan Indonesia di usia seperti ini mengalami peran ganda dan beban ganda,” terang Ray.
Peran ganda mereka sebagai ibu, istri, ibu rumah tangga dan kalau mereka bekerja mereka sebagai pekerja yang punya kewajiban untuk menafkahi laki-laki tidak. Secara konsep sosial laki-laki tidak punya peran ganda cuma perempuan yang punya peran ganda," kata Ray.
Lantaran adanya peran ganda dan beban ganda, yang mana perempuan harus berhasil sebagai ibu, harus berhasil sebagai istri dan harus berhasi menambah perekonomian keluarga membuat mereka overthinking. Sebab mereka tidak bisa menjadi apa yang diharapkan seperti di masyarakat tersebut.
"Apesnya adalah berdasarkan studi ini pendidikan mereka rendah usianya di bawah 40 tahun dan mereka tidak punya pekerjaan beban gandanya ini menjadi signfikan. Akhirnya overthinking karena mereka tau mereka tidak bisa perform sebagai istri dan ibu yang baik, mereka tidak bisa menopang perekonomian keluarga akhirnya overthinking,” ucap Ray.
“Mereka hanya berpikir 'waduh 5-10 tahun lagi anak saya sudah mau sekolah kalau suami kerja begitu aja, saya tidak bisa nopang gimana' itu konsep teorinya seperti," terangnya.
Tak hanya itu saja, berdasarkan penelitian yang dilakukan HCC ini juga diketahui bahwa perempuan usia muda pendidikan rendah dan tidak punya pekerjaan mengalami overthinking lebih besar 4 kali karena beban ganda dan peran ganda perempuan Indonesia.
"Mungkin kondisi ini berbeda di negara lain, kalau di negara maju perempuan itu beban gandanya tidak sebesar perempuan di Indonesia. Karena kalau pekerja satu tahun, kita 3 bulan, apalagi kalau lagi menyusui anak ditinggal beban,” ujar .
“Baby blues, stress postpantrum kebayang enggak. Kerja segitu aja, terus ada phk dimana-mana. Jadi kenapa hipotesis kami perempuan lebih besar overthinking karena beban ganda multivikasi," jelasnya.
Ray mengungkap bahwa overthinking yang terjadi pada perempuan juga bisa menyebabkan perempuan di sekitarnya ikut terbawa overthinking. Hal ini lantaran kebiasaan perempuan yang sering berbagi kepada sesama perempuan.
"Tidak bagusnya perempuan Indonesia itu sangat komunal, pasti yang dilakukan curhat ke tetangga, sesama perempuan untuk sharing. Ingat feeling yang dia share adalah feeling overthinking teman-teman sekitarnya akan menular.
“Secara komunitas dia akan cenderung menarik semuanya jadi overthinking yang terjadi adalah semua cenderung apatis dan tidak mau menerima keyakinan," jelas Ray.
Halaman Selanjutnya
Lantaran adanya peran ganda dan beban ganda, yang mana perempuan harus berhasil sebagai ibu, harus berhasil sebagai istri dan harus berhasi menambah perekonomian keluarga membuat mereka overthinking. Sebab mereka tidak bisa menjadi apa yang diharapkan seperti di masyarakat tersebut.