Jakarta, VIVA – Pengacara yang juga analis politik, Saiful Huda Ems (SHE) membeberkan tiga fakta nyata yang menunjukkan bahwa ada oknum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menarget Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto untuk dijadikan tersangka, dengan kata lain Hasto dikriminalisasi oknum KPK.
Saiful Huda menjelaskan tiga hal yang menunjukkan bahwa upaya kriminalisasi itu dilakukan dengan memakai kasus suap Harun Masiku. Adapun Hasto yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK melakukan Praperadilan dan sedang disidangkan oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
"Perkara suap Harun Masiku yang menyeret-nyeret nama Hasto Kristiyanto itu hanyalah upaya kriminalisasi KPK terhadap Hasto Kristiyanto, yang selama ini dikenal sebagai figur politisi yang sangat vokal, bersuara kritis terhadap berbagai pelanggaran hukum atau penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) yang dilakukan oleh Pemerintahan Jokowi ketika itu," papar Saiful Huda dalam keterangan tertulis diterima awak media, Jumat 7 Februari 2025.
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto usai diperiksa KPK
Photo :
- VIVA.co.id/Zendy Pradana
Selain itu, jelas SHE, Hasto yang merupakan sekjen berprestasi, mengantar PDIP menang pemilu 3 kali berturut-turut, dianggap sebagai ganjalan terbesar bagi Jokowi dan para pengikutnya untuk menguasai kembali Pemerintahan Indonesia.
"Mungkin karena hal itu, KPK, dalam hal ini Rossa (penyidik KPK Rossa Purbo Bekti, red) sejak awal telah dikondisikan oleh orang-orang Jokowi untuk dijadikan sebagai alat penekan dan pembungkam lawan-lawan politiknya," ungkap SHE.
"Dan karena itu pula melalui pembentukan Panitia Seleksi Capim KPK 2024, Presiden Jokowi ketika itu telah memasang orang-orangnya di KPK, padahal harusnya itu sudah menjadi kewenangan presiden baru, Prabowo Subianto," lanjutnya.
Lantas, apa yang menunjukkan adanya kriminalisasi oleh KPK terhadap Hasto?
SHE merujuk pada jawaban KPK selaku Termohon dalam sidang Praperadilan pada Kamis (6/2/2025) kemarin, tepatnya ketika hakim meminta keterangan atas (tuduhan) adanya sekelompok petugas kepolisian telah menggagalkan operasi tangkap tangan KPK terhadap Hasto Kristiyanto dan Harun Masiku di PTIK awal tahun 2020 lalu.
Nah, SHE menjelaskan bahwa jawaban KPK itu sesungguhnya tidak benar, sangat mengada-ada, karena tiga hal.
Pertama, menurut Hasto Kristiyanto sendiri, beliau tidak pernah ke PTIK, dan hal ini telah dibenarkan oleh tiadanya bukti apapun yang mengarah ke sana. Bukankah sampai saat ini tidak ada bukti apapun yang dapat ditunjukkan oleh KPK, bahwa Hasto Kristiyanto ada di PTIK dalam peristiwa OTT itu?
Kedua, Pengamanan di PTIK ketat sekali karena pada saat kejadian tsb. menurut informasi yang didapat, di pagi harinya, Pak Wapres (KH. Ma'ruf Amin) akan jalan-jalan pagi di PTIK. Disini KPK nampak selalu melakukan framing.
Ketiga, bukti-bukti yang disampaikan Termohon (KPK) tidak relevan dan tidak ada bukti-bukti baru (novum). Misalnya saja, Wahyu Setiawan menyatakan tidak menyampaikan hal-hal baru saat diperiksa oleh KPK.
"Hal ini menunjukkan bahwa klaim Termohon (KPK), yang menyatakan memiliki bukti baru (novum) dengan mencantumkan nama Wahyu Setiawan sebagai bukti baru yang tidak valid dan mengada-ada," tegas SHE.
Sebab, lanjut SHE, Wahyu Setiawan sendiri telah menyatakan: "Saya ditanya (oleh KPK) pertanyaan yang mengulang-ulang dari pertanyaan sebelumnya, jadi tidak ada informasi baru yang saya berikan" kata Wahyu dikutip SHE.
Sidang Praperadilan yang diajukan oleh Hasto Kristiyanto (Pemohon), akan masih terus berlangsung melawan Penyidik KPK (Termohon) di PN Jakarta Selatan hingga Kamis (13/02/2025) mendatang.
Dari pihak Hasto (Pemohon) telah banyak menunjukkan bukti-bukti kesalahan prosedur dan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Penyidik KPK saat menetapkan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka.
"Namun di sisi lain pihak KPK (Termohon) malah berkutat pada kesaksian palsunya sendiri dan pengajuan bukti-bukti lama yang tidak ada hal yang baru sama sekali, meskipun selalu dikatakannya dengan berulang-ulang, bahwa KPK memiliki bukti baru (novum)," ungkap SHE.
Ia pun mengingatkan bahwa bekerja berdasarkan pesanan memang membingungkan. Maka ia berpesan agar KPK kembalilah menjadi institusi yang independen dan berwibawa, jangan mau lagi dimainkan oleh pihak luar di luar institusi KPK.
"Banyak koruptor kelas kakap yang harus ditangkap, kenapa kasus suap recehan PAW Caleg yang sudah meninggal dunia, yang masih dibesar-besarkan? Berani kah berkata tidak pada Jokowi," tegasnya.
“Lagian kalau mau jujur, kenapa Rossa tidak menangkap Harun Masiku dulu? Katanya hanya butuh waktu 1 minggu. Lalu kalau tidak ada bukti untuk menetapkan Hasto sebagai tersangka, kenapa BAP untuk kasus Wahyu Setiawan, Tio dan Syaiful lalu diangkat kembali sebagai barang bukti padahal keputusan sudah inkracht?," lanjut SHE dengan nada heran.
"KPK harus cermat bahwa kelanjutan persidangan tersebut hanya bisa dilanjutkan untuk Harun Masiku, bukan untuk Hasto Kristiyanto," kata SHE.
Halaman Selanjutnya
Nah, SHE menjelaskan bahwa jawaban KPK itu sesungguhnya tidak benar, sangat mengada-ada, karena tiga hal.