Jakarta, VIVA - Ketua Komite III DPD RI, Filep Wamafma mengecam keras aktivitas penambangan nikel di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya. Menurut dia, tindakan tersebut merupakan ancaman serius terhadap kelestarian lingkungan dan keberlangsungan ekonomi masyarakat lokal.
Kata Filep, eksploitasi nikel akan menjadi masalah baru bagi Raja Ampat. Tentunya, masalah itu bukan hanya soal kerusakan alam, tetapi juga hilangnya sumber hidup masyarakat. Menurut dia, Raja Ampat adalah kawasan strategis nasional yang kaya akan keanekaragaman hayati. Pariwisata menjadi sumber penghidupan masyarakat.
“Jika tambang dibiarkan terus masuk, maka ekosistem akan rusak. Hutan ditebang, tanah dikeruk, air dan udara tercemar, ikan-ikan hilang, biodiversitas lenyap, dampaknya tidak bisa dipulihkan bahkan dengan dana besar sekalipun,” kata Filep melalui keterangannya pada Senin, 9 Juni 2025.
Ketua Komite III DPD Republik Indonesia, Filep Wamafma
Maka dari itu, Filep meminta Presiden RI memerintahkan jajarannya dalam hal ini Menteri Kehutanan dan Menteri Lingkungan Hidup untuk segera turun tangan menyelesaikan persoalan penambangan nikel di wilayah Raja Ampat. Bahkan, Filep mendesak agar dicabut izin penambangannya.
“Pemerintah harus melakukan investigasi menyeluruh. Izin usaha pertambangan yang merusak lingkungan harus dicabut tanpa kompromi. Negara tidak boleh tunduk pada tekanan ekonomi. Kepentingan jangka panjang rakyat dan kelestarian alam sebagai sumber kehidupan jauh lebih penting,” tegas Senator asal Papua ini.
Filep mengatakan pola pikir pejabat negara harus segera berubah. Kata dia, kemajuan bukan hanya soal angka dan uang, tapi kemajuan adalah menjaga tanah, laut, hutan dan keberlanjutannya. Makanya, ia menolak sikap penutupan sementara yang dilakukan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia. Harusnya, tambang nikel di Raja Ampat ditutup total.
“Kita berharap bukan ditutup sementara. Tidak boleh ada negosiasi dengan pelaku kerusakan tempat wisata. Penambangan di Raja Ampat adalah bentuk pengkhianatan terhadap visi pembangunan berkelanjutan. Kemajuan adalah melindungi sumber pangan, air bersih, dan ekosistem alam. Jika ekowisata hilang, jika laut rusak, jika pertanian musnah, hutan habis, maka ekonomi lokal runtuh. Negara harus hadir membela rakyat,” ujarnya.
Secara hukum, Filep menjelaskan bahwa aktivitas tambang di pulau-pulau kecil dan wilayah pesisir dilarang yakni UU Nomor 27 Tahun 2007 jo UU Nomor 1 Tahun 2014. Selain itu, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 20 Tahun 2021. Semua regulasi itu menegaskan perlindungan terhadap ekosistem laut dan pesisir.
Undang-undang ini mengatur tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, termasuk perlindungan lingkungan dan masyarakat setempat. Pasal 23 Ayat (2) menyebutkan, bahwa pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya diprioritaskan untuk kegiatan seperti konservasi, pendidikan, penelitian, dan pariwisata.
Sementara, pemerintah juga harus berpedoman pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35 Tahun 2024, yang pernah menolak gugatan PT. Gema Kreasi PErdana (GKP) agar kegiatan pertambangan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil diperbolehkan. MK berpendapat bahwa kegiatan pertambangan di pulau-pulau kecil dapat merusak lingkungan dan merugikan masyarakat setempat.
Selanjutnya, Filep menyinggung Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 57 Tahun 2022. Putusan itu mengabulkan gugatan warga Pulau Wawonii yang menentang kegiatan pertambangan di pulau tersebut. MA berpendapat, bahwa kegiatan pertambangan di pulau kecil dapat dikategorikan sebagai abnormally dangerous activity yang harus dilarang.
Oleh karenanya, Filep beranggapan bahwa aturan-aturan tersebut harusnya sudah cukup menjadi alasan agar penambangan nikel di Raja Ampat dihentikan. “Kerusakan Raja Ampat bukan hanya kerugian ekologis. Ini adalah bencana nasional. Negara harus konsisten. Negara harus berpihak pada keberlanjutan. Karena itu, tutup tambang nikel di Raja Ampat segera. Jangan tunggu semuanya hancur,” pungkasnya.
Halaman Selanjutnya
“Kita berharap bukan ditutup sementara. Tidak boleh ada negosiasi dengan pelaku kerusakan tempat wisata. Penambangan di Raja Ampat adalah bentuk pengkhianatan terhadap visi pembangunan berkelanjutan. Kemajuan adalah melindungi sumber pangan, air bersih, dan ekosistem alam. Jika ekowisata hilang, jika laut rusak, jika pertanian musnah, hutan habis, maka ekonomi lokal runtuh. Negara harus hadir membela rakyat,” ujarnya.