Setengah Masyarakat Indonesia Overthinking Gara-Gara Kondisi Negara? Ini Kata Penelitian!

4 hours ago 1

Senin, 24 Februari 2025 - 14:43 WIB

Jakarta, VIVA – Baru-baru ini, Health Collaborative Center (HCC) melakukan penelitian terhadap 1.061 responden di 29 provinsi di Indonesia. Berdasarkan data dari penelitian yang dilakukan sejak Januari hingga pertengahan Februari 2025 ini, diketahui lebih dari 50 persen responden mengalami overthinking.

“Hasilnya overthinking terjadi pada 50 persen orang di Indonesia yang diwakili dari responden ini. Artinya 1 dari 2 orang di Indonesia mengalami overthinking atau pemikiran negatif dan kekhwatiran berlebihan terhadap masa depan,” kata peneliti utama HCC, Dr.dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH dalam media briefing di kawasan Senayan Jakarta Pusat, Senin 24 Februari 2025. 

Lebih lanjut diungkap oleh dr. Ray bahwa berdasarkan hasil penelitian itu juga mengungkap bahwa sebanyak 30 persen responden yang ruminasi dan hanya 19 persen yang memiliki pikiran reflektif. Ruminasi sendiri kata Ray disebut juga kurang baik sebab, ruminasi terkait dengan berpikir berulang tentang kejadian negatif di masa lalu tanpa solusi. Sementara itu, untuk refleksi sendiri adalah pemikiran yang sadar dan objektif untuk memahami pengalaman dan mengambil pelajaran.

Sementara itu, berkaitan dengan penyebab dari overthinking yang dialami terhadap responden itu berkaitan dengan worry sebesar 50,8 persen, brooding (kecenderungan memikirkan sesuatu secara berlebihan dan berulang-ulang) sebesar 50,7 persen, interfence sebesar 50,4 persen dan pessimistic fixation sebesar 51,6 persen.  Pessimistic fixation ini kata Ray menjadi pendorong terjadinya overthinking.

“Untuk pessimistic fixation ini orang akan lebih fokus pada potensi negatif. Misalnya ketika seseorang punya pessimistic fixation datang ke diskusi hari ini mereka menganggap apa yang dibicarakan hari ini tidak ada gunanya. Akhirnya yang terjadi akan cenderung lari dari fakta. Dan 1 dari 2 orang yang overthinking di Indonesia itu rata-rata pessimistic fixation,” sambung dia. 

Di sisi lain, berdasarkan penelitian tersebut juga diketahui bahwa faktor pemicu potensial dari overthinking di masyarakat berkaitan dengan kehidupan sosial, ekonomi dan politik di tanah air. Disebut bahwa 71 persen faktor pemicu potensial overthinking itu berhubungan dengan ekonomi.

“Ini berkaitan dengan kekhawatiran responden dengan harga bahan pokok yang semakin tinggi. Harga yang naik itu buat saya overthinking,” kata dia.

Selain itu 70,2 persen faktor pemicu potensial overthinking di masyarakat adalah sulitnya mendapat pekerjaan termasuk kehilangan pekerjaan. Disebut Ray ketika sulit mendapat kerja atau kehilangan pekerjaan itu membuat orang memiliki risiko tinggi overthingking kalau mereka tau tidak akan dapat mendapat kerja dalam waktu dekat,” sambung Ray.

Selain itu 60,5 persen faktor pemicu potensial overthinking di masyarakat adalah biaya berobat atau harga obat yang semakin mahal. 58,4 persen lainnya karena banyaknya penyakit baru yang muncul. 53 persen lainnya karena banyak konflik politik dan konflik antar golongan sedangkan 48 persen lainnya karena informasi dan berita politik di media yang membingungkan.  

Halaman Selanjutnya

“Ini berkaitan dengan kekhawatiran responden dengan harga bahan pokok yang semakin tinggi. Harga yang naik itu buat saya overthinking,” kata dia.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |