Jakarta, VIVA – Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati berkumpul bersama para menteri keuangan (menkeu) ASEAN membahas kebijakan penerapan tarif resiprokal atau timbal balik Presiden AS Donald Trump. Pertemuan ini dilakukan di Kuala Lumpur, di bawah keketuan Malaysia.
Sri Mulyani mengatakan, saat ini dunia ada dalam suasana penuh ketegangan perang dagang yang meruncing. Pasalnya, lebih dari 60 negara terkana tarif timbal balik Trump.
"Diawali Retreat Menteri Keuangan membahas kebijakan penerapan Tariff resiprokal Liberation Day Presiden Trump ke lebih dari 60 negara mitra dagang yang memiliki surplus atau yang dianggap memanfaatkan pasar Amerika Serikat secara tidak adil," ujar Sri Mulyani lewat Instagramnya @smidrawati dikutip Jumat, 11 April 2025.
Sri Mulyani menyebut, kebijakan Amerika Serikat tersebut meruntuhkan sistem perdagangan dunia berbasis aturan (rule based system) seperti WTO dan Bretton Woods Institutions.
"Sistem yang sebenarnya diciptakan sendiri oleh Amerika Serikat pasca Perang Dunia II untuk menciptakan kemajuan ekonomi bersama namun memicu relokasi pabrik/manufaktur ke luar Amerika Serikat dan menciptakan pengangguran," jelasnya.
Dengan langkah Amerika ini, jelasnya, setiap negara harus atau dipaksa melakukan negosiasi langsung bilateral dengan Amerika Serikat. Dia mencontohkan, China telah memutuskan melakukan retaliasi dengan memberlakukan tarif tandingan, yang kemudian dibalas kembali oleh Amerika Serikat dengan menaikkan tarif dagang hingga 125 persen.
Sri Mulyani menyatakan, hal itu menimbulkan ketidakpastian dan guncangan besar dalam perekonomian global.
"Kondisi Ini menimbulkan ketidakpastian dan guncangan besar dalam perekonomian global, diperkirakan akan menyebabkan perlemahan ekonomi dunia dan tekanan inflasi global," ujarnya.
Lanjut Sri Mulyani, semua Menkeu ASEAN telag menjelaskan kondisi ekonomi terkini akibat kebijakan Presiden Trump, langkah menangani dan memitigasi resiko dan upaya negosiasi dengan Amerika Serikat.
Menurutnya, ASEAN dengan ukuran ekonomi mencapai 3 triliun dolar AS dan populasi di atas 650 juta memiliki potensi untuk makin bekerjasama erat menjaga dan memperkuat ekonomi regional.
"Indonesia terus memperkuat ketahanan ekonomi dengan langkah deregulasi dan menghilangkan halangan perdagangan dan investasi dalam negeri, dan sekaligus melakukan upaya diplomasi dan negosiasi untuk menjaga kepentingan ekonomi Indonesia dan kepentingan bersama dunia. Ini merupakan mandat konstitusi, di mana Indonesia harus turut serta ikut menjaga ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial," imbuhnya.
Halaman Selanjutnya
Sri Mulyani menyatakan, hal itu menimbulkan ketidakpastian dan guncangan besar dalam perekonomian global.