Bandung, VIVA – Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Barat mengungkap jaringan perdagangan bayi lintas negara yang menjual bayi-bayi asal Indonesia ke Singapura dengan harga antara Rp6 juta hingga Rp11 juta per anak. Dari pengungkapan ini, polisi menetapkan 12 orang sebagai tersangka dan menyelamatkan 6 bayi yang rencananya akan dikirim ke luar negeri.
Kabid Humas Kombes Pol Hendra Rochmawan dan Dirreskrimum Polda Jabar Kombes Pol Surawan
Photo :
- Cepi Kurnia/tvOne
"Para pelaku memanfaatkan celah hukum dan menyamarkan kegiatan ini sebagai proses adopsi legal. Padahal, dari hasil penyelidikan, kegiatan ini merupakan perdagangan manusia," kata Kabid Humas Polda Jawa Barat, Kombes Pol Hendra Rochmawan, Senin malam, 14 Juli 2025.
Modus yang digunakan para pelaku adalah dengan berpura-pura melakukan adopsi resmi. Bayi-bayi itu lebih dulu ditampung di dua lokasi berbeda, yakni Pontianak, Kalimantan Barat, dan Tangerang, Banten, sebelum kemudian dikirim ke luar negeri, khususnya ke Singapura.
Dirreskrimum Polda Jawa Barat, Kombes Pol Surawan, menambahkan bahwa bayi-bayi tersebut dibeli dari orang tua kandungnya dengan harga yang bervariasi. Setelah itu, para tersangka memalsukan dokumen-dokumen sebagai upaya menyamarkan tindak pidana tersebut.
"Kami saat ini masih mendalami kemungkinan adanya jaringan internasional yang lebih luas, serta mengejar pihak-pihak yang terlibat di luar negeri. Ini adalah bentuk eksploitasi yang sangat serius terhadap anak-anak. Kami akan terus membongkar jaringan ini hingga ke akar-akarnya," ujarnya.
Para tersangka kini dijerat dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
"Dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara," ungkap Surawan. (Cepi Kurnia/tvOne/Bandung)
Mangkir Tanpa Alasan Jelas, Polda Jabar Ancam Bakal Jemput Paksa Lisa Mariana
Polda Jabar menjadwalkan panggilan Lisa Mariana di kasus video syur pada Senin, 14 Juli 2025, pekan depan
VIVA.co.id
12 Juli 2025