Ahli Bahasa Ungkap Makna Perintah 'Bapak' ke Harun Masiku untuk Rendam Handphone

1 day ago 4

Jakarta, VIVA – Ahli Bahasa dari Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Indonesia, Dr Frans Asisi Datang mengungkapkan soal komunikasi antara satpam DPP PDIP Nur Hasan dengan Harun Masiku terkait perintah merendam ponsel selulernya ketika KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada 8 Januari 2020. 

Frans Asisi Datang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) dari KPK menjadi saksi ahli di persidangan kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan PAW DPR, dengan terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Sidang digelar di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis 12 Juni 2025.

Jaksa mulanya mengingatkan terkait adanya komunikasi antara Nus Hasan dengan Harun Masiku pada 8 Januari 2020. Komunikasi tersebut terkait dengan ada perintah dari 'Bapak' untuk merendam ponsel.

Namun, dalam komunikasinya, Harun meminta kepada Nur Hasan datang menjemputnya di rumah samping kantor DPP PDIP.

Adapun percakapan Nur Hasan dengan Harun Masiku diungkap dalam persidangan untuk mengingatkan ahli bahasa. Percakapannya sebagai berikut: "Ini ada amanah pak, handphone bapak harus direndam di air," kata Nur Hasan.

"Iya pak iya, Di mana?" tanya Harun.

"Di DPP," kata Nur Hasan.

"Di mana disimpennya Pak?" tanya Harun.

"Di air, direndam di air," kata Nur Hasan.

"Di mana itu?" tanya Harun.

"Gak tahu saya," kata Nur Hasan.

Kemudian, dalam percakapan itu terdengar Nur Hasan dan Harun Masiku melakukan janji pertemuan. Nur Hasan dan Harun pun kembali berulang kali terdengar mengatakan kata 'bapak'.

"Atau di mana? Atau di DPP?" tanya Harun.

"Iya di situ aja Pak," kata Nur Hasan.

"Di mana?" tanya Harun.

"Ketemu di situ aja," kata Nur Hasan.

"Di situ ya?" tanya Harun.

"Di atas gak ada orang Pak. Di atas gak ada orang Pak, gak bisa tinggal," kata Nur Hasan.

"Bapak di mana? Bapak di mana? Bapak aja di mana?" tanya Harun.

"Bapak lagi di luar Pak," kata Nur Hasan.

Kemudian, jaksa menanyakan kepada Frans selaku ahli bahasa untuk memberikan pendapat terkait hubungan Nur Hasan dengan Harun Masiku.

"Penggunaan kata di situ ada kata Pak. Ada kata Bapak. Saya mulai dengan kata Bapak itu dalam dua konteks. Bukan satu konteks. Kata Pak konsisten digunakan oleh seseorang yang berada di dalam di satu tempat," kata Frans.

Menurutnya, kata 'Bapak' yang diucapkan Harun Masiku ke Nur Hasan dinilai ada dua konteks yang berbeda. "Nah kalau, yang di atas di awal itu Pak Hasan itu memanggil Bapak. Itu Bapak ke Harun. Seperti itu," kata Frans.

Dia menegaskan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) pribadinya, Frans menjelaskan makna kata 'Bapak' yang disampaikan Nur Hasan kepada Harun Masiku adalah pihak ketiga diantara komunikasi keduanya. 

Frans menilai Nur Hasan dan Harun Masiku memahami kata 'Bapak' adalah seseorang diluar obrolan keduanya. 

"Dua-duanya mengerti bahwa yang dimaksud Bapak itu adalah seseorang. Seseorang atau pihak ketiga yang kita sebut itu. Karena kalau misalnya dia katakan Bapak di mana? Pasti dia jawab saya di kantor. Atau saya di pos satpam. Atau saya di jalan," kata Frans.

"Tapi dia jawab Bapak lagi di luar. Maksudnya seseorang. Berarti Bapak yang ditanyakan oleh si Harun Masiku itu maksudnya juga sama. Jadi mereka saling mengerti antara satu sama lain dalam konteks ini. Yang ditanyakan," lanjutnya.

Kemudian, Frans menegaskan bahwa kata 'Bapak' diantara Nur Hasan dan Harun Masiku turut memerintahkan untuk merendam ponsel seluler.

"Lalu perintahnya disini atau isinya disini adalah memerintahkan untuk merendam HP," ucapnya.

"Ya ini pasti mereka saling kenal. Pasti tahu yang ditelepon itu siapa. Begitu. Dan yang menelpon itu siapa. Karena dia kata, eh Bapak. Maksudnya, oh yang menelpon kamu. Dia mengenali konteksnya. Mengenali identitasnya," imbuh Frans.

Singkat cerita, Frans menjelaskan dalam BAP-nya, penyidik sempat menjelaskan nama Hasto Kristiyanto. Namun, Frans tidak pernah menyebut bahwa 'Bapak' dalam komunikasi itu adalah Hasto.

"Ya di dalam BAP saya itu saya katakan bahwa dari keterangan penyidik secara lisan maupun dari konteks saya diperiksa dan secara keseluruhan kasus itu maka saya bisa menjawab seperti yang di dalam BAP," kata Frans.

"Nah dari faktor apa Pak ini sehingga saudara menyimpulkan seperti itu Pak? Faktornya dari apa atau petunjuk yang mana yang kemudian saudara merujuk ke orang itu?," tanya jaksa.

"Ada apa namanya, dalam data-data bahasa sebelumnya itu ada menyebut nama Hasto, Sekjen," beber Frans.

Namun, disanggah oleh tim hukum Hasto, Ronny Talapessy. Ronny merasa kebertaan atas pernyataan Frans. "Keberatan yang mulia. Tidak ada menyebut nama Pak Hasto?," kata Ronny.

"Bukan di sini, bukan di sini," jawab Frans.

"Ya tadi saya katakan, saya jawab di situ secara tegas berdasarkan keterangan lisan dari penyidik, berdasarkan konteks saya diperiksa sebagai ahli bahasa, juga berdasarkan data-data chat maupun ya data-data chat yang tulis secara jelas ada nama Hasto, ada di dalam BAP konteks chat itu ada nama Hastonyunyu seperti itu," imbuhnya.

Dalam perkara dugaan suap, Hasto didakwa bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah; mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri; dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 dolar Singapura atau setara Rp 600 juta kepada Wahyu pada rentang waktu 2019-2020. 

Uang diduga diberikan dengan tujuan agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) Calon Legislatif Terpilih Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama Anggota DPR periode 2019-2024 Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

Selain itu, Hasto turut didakwa menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan.

Tak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebutkan memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.  

Dengan demikian, Hasto terancam pidana yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Halaman Selanjutnya

"Di mana disimpennya Pak?" tanya Harun.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |