Dana BOS Terbatas, Dedi Mulyadi Minta Siswa Nyumbang Genteng Jika Atap Sekolahnya Rusak

4 hours ago 1

Sabtu, 1 Maret 2025 - 02:00 WIB

Purwakarta, VIVA - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi menelisik kebutuhan dana anggaran pendidikan untuk tingkat SMA dan sederajat. Kang Dedi menilai, perlu ada upaya - upaya tambahan pada ranah teknis yang tak menutup kemungkinan melibatkan pelajar.

Gubernur yang akrab disapa KDM ini memperhitungkan cara tersebut setelah berdialog dengan Kepala Sekolah SMAN 3 Purwakarta Asep Mulyana. 

“Saya dengarkan curhat dari kepala sekolah, ini kepala sekolah SMA 3 Purwakarta, kebetulan kenal lama di Purwakarta,” ujar Dedi Mulyadi, Jumat 28 Februari 2025.

“Saya ingin dia berkata jujur tentang apa yang sebenarnya terjadi di sekolah-sekolah itu bagaimana sikap orang tua terhadap pendidikan, bagaimana sikap siswa hari ini, bagaimana sikap guru hari ini dan bagaimana keterlambatan misalnya dana transfer provinsi lambat atau tidak,” tambahnya.

Dedi mempertanyakan bagaimana alokasi Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang diterima apakah tercukupi atau masih kekurangan. “Dana Bos berapa persiswanya?,” tanya KDM kepada Kepsek.

Asep menuturkan, Dana BOS untuk Purwakarta persiswa untuk pertahunnya berkisar Rp1,650,000 untuk operasional pertahunnya kurang lebih 2 M untuk 1,290 siswa, 87 guru dan TU. Asep menjelaskan, dari alokasi tersebut masih belum memenuhi kebutuhan dasar salah satunya infrastruktur sekolah.

“Kita rata - rata ruang kelas itu recovery pasca covid belum full,” ungkap Asep. 

“Sebenarnya kalau dari indeks kebutuhan kita itu masih belum cukup. idealnya antara 4 sampai 5 juta persiswa untuk pertahun,” terangnya.

Dari dialog itu pun, Dedi mengumpamakan apakah boleh jika siswa ikut serta bukan diartikan sebagai pungutan jika sekolah membutuhkan bantuan tambahan. “Kalau ada orang tua misalnya mau ngecet ruang kelas boleh?,” tanya KDM ke Asep.

Asep menanggapi hal itu dikhawatirkan memancing respon prasangka negatif para orang tua siswa kepada sekolah seolah - olah pungutan liar. “Saya khawatir dituding pungutan sama masyarakat,” terangnya.

“Bukan pungutan, anak-anak bawa cat ke sekolah, nanti Gubernur yang melindungi kalau memang sekolah kurang biaya untuk pengecatan. Misalnya ada genteng yang patah, nggak apa-apa dong anak - anak bawa genteng ke sekolah, ada klosetnya rusak ya nggak apa-apa dong anak-anak nyumbang untuk perbaikan kloset, gak ada soal,” tegas Kang Dedi.

“Atau diakali begini, agar kinclong, bersih, baik, misalnya setahun dua kali dicat gimana kalau anak anak sekolah ke sekolah bawa cat untuk bersama - sama ngecat ruang kelasnya bersama-sama,” lanjut Kang Dedi.

Dedi memastikan praktik pungutan liar tidak ada dalam perbaikan sistem maupun tata kelola pendidikan tingkat SMA di Jawa Barat. “Nanti Gubernur akan memandu tingkat teknis, saya ingin memandu sekolah jadi baik, orang yang tidak mampu tetap bersekolah sampai perguruan tinggi apabila anaknya cerdas,” katanya.

Bahkan, Dedi mengimbau kepada orang tua siswa yang mempunyai kemampuan ekonomi di atas rata - rata agar tidak berlebihan.

“Kemudian orang yang mampu tidak menghamburkan uang untuk keglamoran anaknya, lebih baik mensupport pendidikan di sekolah,” tegasnya. 

Halaman Selanjutnya

Dari dialog itu pun, Dedi mengumpamakan apakah boleh jika siswa ikut serta bukan diartikan sebagai pungutan jika sekolah membutuhkan bantuan tambahan. “Kalau ada orang tua misalnya mau ngecet ruang kelas boleh?,” tanya KDM ke Asep.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |