Diet Gak Makan Nasi Tapi Berat Badan Tetap Naik, Salahnya di Mana? Begini Wejangan dari Dokter

1 day ago 3

Minggu, 2 Maret 2025 - 03:32 WIB

Jakarta, VIVA – Nasi seringkali dianggap sebagai biang kerok, baik untuk kesehatan atau pun yang sedang berusaha menurunkan berat badan. Maka dari itu, beberapa orang menghindari nasi selama masa diet dengan harapan berat badannya bakal turun dengan cepat. 

Namun, tak sedikit yang mengeluhkan, walaupun sudah menghindari nasi, tetapi berat badannya tak kunjung turun atau bahkan malah naik. Lalu, di mana letak kesalahannya? Scroll untuk tahu lebih lanjut, yuk!

Spesialis gizi klinik, dr. Mulianah Daya, M.Gizi, Sp.GK, menjelaskan, nasi merupakan golongan karbohidrat. Jika orang yang bersangkutan tidak mengonsumsi nasi, pertanyaannya, apakah dia masih makan jenis karbohidrat yang lainnya atau tidak. 

“Jadi poinnya kalau misalnya diet gak mau makan nasi, diliat dulu makan karbohidrat jenis lainnya gak? Contohnya, tepung-tepungan, gula sederhana. Karena konsumsi tepung, gula, justru kalorinya lebih besar daripada kalori nasi,” ungkap dokter Mulianah di acara Peluncuran Dailymeal Porang Cassava, di Jakarta. 

“Seringkali keluhannya ‘saya gak makan nasi tapi berat badan naik’, karena mungkin tidak memahami karbohidrat jenis lainnya yang sebenernya kalorinya lebih tinggi, padahal sesama karbo,” sambungnya. 

Dokter Mulianah memberikan contoh lain. Pelaku diet tidak makan nasi tapi makan nastar, seblak atau roti, yang kalorinya justru jauh melebihi nasi. 

“Tiga kue nastar aja setara 1 centong nasi. Itu udah kaya kebutuhan minimal harian kita. Terus sorenya gak makan nasi tapi makan seblak misalnya. Atau makan roti, kalorinya mungkin sudah seperti 3-4 centong nasi. Kemudian klaimnya gak turun berat badannya, padahal gak makan karbo. Tapi mereka gak ngerti kalau yang tadi, tepung, roti, dan lain-lain, itu justru karbohidrat juga,” bebernya. 

Sang dokter pun tidak menyarankan jika tidak mengonsumsi karbohidrat sama sekali. Sebab, kita memiliki kebutuhan karbohidrat harian sebesar 130 gram per hari. Jika tidak terpenuhi, maka kebutuhan karbo hariannya akan kurang. 

“Porsi kebutuhan karbohidrat itu adalah yang paling besar, 45-65 persen untuk badan kita. Karena hampir semua sel kita itu butuh glukosa. Glukosa bisa dibilang energi cepat, supaya sel kita bisa kerja. Jadi kebayang gak, kalau kebutuhan minimalnya aja dari glukosanya aja kita gak bisa memenuhi?” kata dia. 

“Paling besar sumber yang kita pakai energi itu di otak, even kita diem aja, kita mikir itu pakai energi. Dari mana? Glukosa, sumber paling cepat. Kalau kurang, gak ada energinya sel-selnya, otaknya gak bisa bekerja, produktivitasnya menjadi berkurang, seringkali keluhannya ngantuk, gak bisa konsentrasi,” tambahnya.

Terlebih bagi pasien diabetes yang masih menjalani terapi, terutama terapi insulin. Justru mereka harus tetap mengonsumsi karbohidrat. 

“Apalagi hati-hati untuk pasien diabetes yang on therapy, terutama terapi insulin. Gak makan karbohidrat karena takut yang kemudian akhirnya pusing karena obatnya tetep jalan. Gulanya turun, itu justru lebih berbahaya. Jadi, penuhi kebutuhan minimal, tau batasnya dan tau jenisnya,” tuturnya. 

Oleh karena itu, dr Mulianah menyarankan untuk tetap mengonsumsi karbohidrat, dengan mengutamakan karbohidrat jenis kompleks. Apa saja contohnya?

“Contohnya nasi putih, merah, nasi cokelat. Semakin gelap warna nasinya makin kompleks. Jadi gradasinya putih, cokelat, merah, hitam. Bukan nasi goreng ya, makin kompleks artinya naikin gula darahnya itu makin lama. Indeks glikemiknya berarti makin rendah,” pungkas dr Mulianah Daya. 

Halaman Selanjutnya

“Porsi kebutuhan karbohidrat itu adalah yang paling besar, 45-65 persen untuk badan kita. Karena hampir semua sel kita itu butuh glukosa. Glukosa bisa dibilang energi cepat, supaya sel kita bisa kerja. Jadi kebayang gak, kalau kebutuhan minimalnya aja dari glukosanya aja kita gak bisa memenuhi?” kata dia. 

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |