Bengkulu, VIVA – Mantan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah didakwa menerima gratifikasi dan pemerasan untuk kepentingan dana Pilkada 2024. Rohidin Mersyah didakwa bersama-sama mantan Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu Isnan Fajri, dan mantan ajudan gubernur Evriansyah alias Anca.
Para terdakwa juga bersama-sama menerima gratifikasi sejumlah Rp30.300.000.000,00, USD42,715.00, SGD309,581.00 dan barang berupa kaos sebanyak 14.500 pcs senilai Rp130.500.000,00.
"Penerimaan gratifikasi tersebut untuk keperluan pemenangan Pilkada terdakwa Rohidin Mersyah," kata Jaksa KPK dalam surat dakwaan.
Ketiga terdakwa didakwa secara kumulatif dengan Pasal 12 huruf B dan E Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 KUHP.
Dengan pasal tersebut, ketiga terdakwa terancam hukuman pidana penjara paling cepat empat tahun dan maksimal 20 tahun, dengan denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.
Duit Kampanye
Selain itu, Rohidin Mersyah juga didakwa menerima uang sebesar Rp7,2 miliar dari organisasi perangkat daerah serta pejabat eselon III dan IV di lingkungan Pemprov Bengkulu yang digunakan untuk dana kampanye Pilkada 2024.
Jaksa menyatakan Rohidin juga melakukan mobilisasi terhadap aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemprov Bengkulu menjadi tim suksesnya pada pilkada, serta menyalahgunakan jabatannya sebagai Gubernur Bengkulu untuk menggalang dana dan dukungan.
Sementara itu, ketiga terdakwa menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Bengkulu dengan nomor perkara, yaitu mantan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah nomor 28, mantan Sekda Provinsi Bengkulu Isnan Fajri nomor 25 dan mantan ajudan Gubernur Bengkulu Evriansyah dengan nomor 26.
Ketiga terdakwa sebelumnya ditangkap KPK dalam operasi tangkap tangan pada 23 November 2024 dengan barang bukti uang tunai Rp7 miliar, yang diduga digunakan untuk kepentingan pelaksanaan Pilkada 2024. (ant)
Halaman Selanjutnya
Jaksa menyatakan Rohidin juga melakukan mobilisasi terhadap aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemprov Bengkulu menjadi tim suksesnya pada pilkada, serta menyalahgunakan jabatannya sebagai Gubernur Bengkulu untuk menggalang dana dan dukungan.