Jakarta, VIVA - Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi menyarankan revisi Undang-Undang Pemilu harus mengatur batas maksimal koalisi untuk pencalonan guna mencegah potensi timbulnya calon presiden tunggal.
Menurut dia, potensi adanya calon presiden (capres) tunggal sangat memungkinkan setelah melihat tren data pencalonan pada pilkada maupun pilpres yang dianalisisnya. Selain itu, banyaknya calon tunggal pada pilkada juga berpotensi menimbulkan norma baru.
"Sudah saatnya ada batas maksimum koalisi sehingga tidak terjadi kartel. Kartel adalah partai memborong sehingga pemilih hanya dipaksa memilih dari calon yang terbatas," kata Burhanudin di Jakarta pada Senin, 19 Mei 2025.
Direktur Eksekutif lndikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi
Photo :
- Dok Indikator Politik
Kata dia, dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menurunkan ambang batas pencalonan pada pilkada secara signifikan, tidak mempengaruhi jumlah calon. Bahkan, mencatat tren jumlah kandidat justru menurun.
"Kita punya data per pilkada itu rata-rata jumlahnya enam pasang (calon), tetapi terakhir tinggal dua koma sekian pasang," ujarnya.
Menurut Burhanuddin, partai politik seharusnya mencalonkan kadernya sendiri untuk kontestasi politik. Pada saat yang bersamaan, masyarakat diminta untuk memilih yang tersedia sesuai preferensinya.
"Sayangnya sebagai penyuplai calon pejabat publik, partai politik enggan untuk mencalonkan kadernya, mengacu pada pengalaman kemarin," jelas dia.
Tentu saja, Burhanuddin menyebut meskipun Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan untuk meniadakan presidential treshold atau ambang batas pencalonan presiden, bukan tidak mungkin calon yang tersedia pun akan tetap terbatas.
"Kemarin ada berapa banyak calon tunggal (pilkada), meskipun MK sudah menurunkan barrier to entry (syarat pencalonan)," imbuhnya.
Maka dari itu, Burhanuddin menitipkan aspirasinya agar menjadi pembahasan di Komisi II DPR RI. Sebab, kata dia, bukan tidak mungkin calon presiden yang akan muncul hanya satu kandidat saja pada Pemilu mendatang.(Ant)
Halaman Selanjutnya
"Sayangnya sebagai penyuplai calon pejabat publik, partai politik enggan untuk mencalonkan kadernya, mengacu pada pengalaman kemarin," jelas dia.