Jakarta, VIVA – Pertumbuhan otomotif di Malaysia terus berkembang cepat, kini mereka berhasil mengalahkan Thailand dalam penjualan, atau ada di nomor dua terbesar di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) sepanjang tahun 2024. Angka penjualannya pun mendekati Indonesia.
Sepanjang tahun 2024 Malaysia mencatatkan penjualan sebanyak 765.000 unit, sementara Thailand hanya terhenti pada angka 750.000 unit. Indonesia sendiri, masih menempati posisi pertama dengan 850.000 unit.
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menilai biaya pajak kepemilikan mobil di Tanah Air sangat tinggi. Bahkan, tarif pajak yang biasa dibayar pengguna mobil setiap tahun dianggap sudah terlalu tinggi bila dibandingkan negara tetangga Malaysia.
"Kami bertanya-tanya, bagaimana Malaysia dengan penduduk 30 jutaan bisa menjual mobil sebanyak itu? Dari informasi yang kami dapat dari rekan di sana, mereka tetap mempertahankan kebijakan insentif sejak pandemi belum dicabut," kata Sekretaris Umum Gaikindo, Kukuh Kumara di Jakarta, Senin 19 Mei 2025.
Sekretaris Umum Gaikindo, Kukuh Kumara
Photo :
- VIVA.co.id/Muhammad Indra Nugraha
Selain itu, Kukuh menyoroti tingginya beban pajak kendaraan di Indonesia sebagai hambatan utama. Dirinya mengambil contoh pajak tahunan mobil Toyota Avanza yang sangat berbeda di Indonesia dan Malaysia.
"Kemarin mobil yang diproduksi di sini, kemudian di Malaysia ada (contohnya) Avanza. Mohon maaf saya sebut merek, di sana pajak tahunannya tidak lebih dari Rp1 juta, di sini (Indonesia) Rp6 juta. Jadi, bisa dibayangkan. Kalau itu dikurangin, kan, lumayan atau dibikin lebih rasional," tuturnya.
Menurut Kukuh saat ini mobil-mobil dengan harga Rp300 juta sampai Rp400 juta sudah bukan lagi termasuk barang mewah. Dia bilang, lazimnya masyarakat membeli mobil tersebut untuk mencari nafkah sehari-hari, maka itu perlu ada evaluasi pajak pertambahan nilai barang mewah untuk mobil tertentu di Indonesia.
Mobil bekas di OLXmobbi Cilandak
Photo :
- Jeffry Yanto Sudibyo
"Mobil-mobil seperti ini kami boleh bilang bukan lagi barang mewah. 20 atau 30 tahun lalu kulkas itu barang mewah, orang punya kulkas. Apalagi punya TV berwarna. Nah, ini sekarang TV sudah kayak barang biasa, kan?" jelas Kukuh.
"Demikian juga mobil, karena apa? Mobil misalnya jenis-jenis yang (harganya) Rp300 atau di bawah Rp400 juta itu sudah menjadi bagian dari hidupnya, karena dipakai untuk mencari nafkah. Jadi, saatnya kami mengevaluasi masih layakkah kami menimpakan pajak pertambahan nilai barang mewah untuk mobil tertentu," pungkasnya.
Halaman Selanjutnya
Menurut Kukuh saat ini mobil-mobil dengan harga Rp300 juta sampai Rp400 juta sudah bukan lagi termasuk barang mewah. Dia bilang, lazimnya masyarakat membeli mobil tersebut untuk mencari nafkah sehari-hari, maka itu perlu ada evaluasi pajak pertambahan nilai barang mewah untuk mobil tertentu di Indonesia.