Jakarta, VIVA – Kementerian Agama (Kemenag) mengingatkan masyarakat, khususnya umat Islam, agar tidak mengabaikan pentingnya pencatatan pernikahan secara resmi melalui Kantor Urusan Agama (KUA).
Pasalnya, pernikahan yang tidak dicatat secara hukum atau dikenal sebagai nikah siri, berisiko menimbulkan berbagai persoalan hukum dan sosial, terutama bagi perempuan dan anak-anak.
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag, Abu Rokhmad, mengungkapkan data mengejutkan: sebanyak 34,6 juta pasangan suami istri (pasutri) di Indonesia belum memiliki buku nikah.
Korban Buku Nikah Palsu Minta Pertanggungjawaban KUA
"Mungkin ada banyak persoalan yang mereka hadapi, mungkin faktor ekonomi, literasi, yang penting saling mencintai, jadi merasa tidak ada buku nikah tidak masalah," kata Dirjen Abu dalam konferensi pers Peaceful Muharam 1447 H di Jakarta, Jumat 20 Juni 2025.
Dirjen Abu menegaskan bahwa pernikahan tanpa pencatatan resmi menimbulkan dampak hukum yang nyata. Jika terjadi perceraian, istri tidak bisa menuntut hak-haknya secara legal, dan anak-anak berisiko tidak mendapatkan akta kelahiran karena tidak adanya dasar hukum yang sah.
"Jika menikah siri, tidak bisa dilakukan perceraian di pengadilan agama. Jadinya perceraian siri. Kalau ada anak, harus ada akte kelahiran. Akte kelahiran basisnya akte atau buku nikah," jelasnya.
Kemenag pun menyoroti tingginya angka perceraian sebagai alarm penting bagi ketahanan keluarga. Sepanjang 2024, dari 1,5 juta pernikahan yang tercatat, 466 ribu di antaranya berakhir dengan perceraian.
"Ini juga menjadi perhatian. Karena kalau terjadi perpisahan suami-istri, maka yang akan menanggung beban semuanya itu utamanya anak-anak," ujar Dirjen Abu.
Ia pun mengajak seluruh masyarakat untuk menjadikan pencatatan pernikahan sebagai langkah perlindungan keluarga.
"Maka, jauh lebih baik kita menjaga agar keluarga kita tetap utuh, tetap sakinah, tetap mawaddah, dan selalu ada rahmah di antara pasangan," pungkasnya.
Halaman Selanjutnya
Kemenag pun menyoroti tingginya angka perceraian sebagai alarm penting bagi ketahanan keluarga. Sepanjang 2024, dari 1,5 juta pernikahan yang tercatat, 466 ribu di antaranya berakhir dengan perceraian.