Ciamis, VIVA – Polisi meringkus seorang guru ngaji di pondok pesantren yang berlokasi di Ciamis, Jawa Barat, berinisial NHN (25) yang diduga menyetubuhi dan melakukan perbuatan cabul terhadap muridnya yang masih di bawah umur.
Bejatnya aksi pelaku terhadap korban ternyata dilakukan berulang kali dengan modus janji manis pernikahan.
Ilustrasi korban pencabulan.
Photo :
- ANTARA/HO-Dok.Humas Polda Banten
Kapolres Ciamis, Ajun Komisaris Besar Polisi Akmal mengatakan bahwa korban berinisial MK (15) asal Tasikmalaya menjadi korban kebejatan pelaku sejak November 2024 hingga Februari 2025
Korban dalam pengakuannya itu mengaku disetubuhi oleh pelaku sebanyak 10 kali di rumah pelaku di Desa Cihaurbeuti, Ciamis, Jawa Barat.
Perkenalan korban dengan pelaku yang dikenal sebagai pengajar mengaji dan olahraga di pondok pesantren, terjadi pada tahun 2022.
Hubungan keduanya yang awalnya hanya sebatas guru dan murid kemudian perlahan intens dalam komunikasi melalui aplikasi WhatsApp, hingga pada akhirnya pada tahun 2023 ketika korban kelas 8, NHN mulai mengajak MK membawa ke rumahnya.
“Awal mulanya tahun 2022 lalu saat korban menempuh pendidikan di pondok Ciamis, dari sana awal korban kenalan tersangka,” ujar Akmal dalam keterangannya, Jumat, 20 Juni 2025.
Tindakan cabul pelaku itu lah pertama kali terjadi di rumah tersangka. Setelah pelaku melakukan tindakan cabulnya, Korban kemudian diantar kembali ke pondok dengan imbalan Rp 50 ribu.
Berjalannya waktu, perbuatan NHN semakin menjadi hingga pada tahun 2024 pelaku secara rutin mengajak korban ke rumah dengan bujukan melakukan hubungan intim.
Pelaku dengan janji manis untuk menikahi korban menjadi dalih busuk beraksi. Korban yang awalnya menolak, namun dengan bujuk ratusan janji palsu membuat korban terperangkap.
Perbuatan cabul pelaku mulai terkuak pada 14 Juni 2025 ketika orang tua korban tak sengaja melihat obrolan keduanya di laptol MK, di mana pembahasan pelecehan tersebut ditemukan orang tua korban. MK akhirnya mengakui semua perbuatan bejat gurunya ke orang tua.
Polisi yang menerima laporan dari orang tua korban kemudian langsung melakukan penyelidikan dengan memeriksa barang bukti hingga melakukan visum didampingi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID).
“Pada 18 Juni 2025, setelah mengantongi dua alat bukti yang cukup, NHN resmi ditetapkan sebagai tersangka dan langsung dijemput dari kediamannya,” kata Akmal.
Lebih mengejutkan lagi, perbuatan pelaku ternyata juga dilakukan terhadap lima korban lainnya ketika mereka masih di bawah umur. Mereka diduga menjadi korban sejak tahun 2021.
Untuk menyelidikinya, Polisi melakukan pendekatan dengan hati-hati terhadap korban lain melalui berkoordinasi dan kerja sama dengan KPAID.
Kapolres Ciamis, AKBP Akmal
Photo :
- VIVA.co.id/Fajar Ramadhan
Atas perbuatannya itu, polisi menjerat tersangka dengan Pasal 81 Ayat (2) dan Pasal 82 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
“Ancaman hukumannya penjara minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun, serta denda paling banyak Rp5 miliar,” ucap Akmal.
Halaman Selanjutnya
“Awal mulanya tahun 2022 lalu saat korban menempuh pendidikan di pondok Ciamis, dari sana awal korban kenalan tersangka,” ujar Akmal dalam keterangannya, Jumat, 20 Juni 2025.