Jakarta, VIVA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjelaskan salah satu alasan utama diteritkannya aturan terkait skema pembagian risiko (co-payment) untuk produk asuransi kesehatan komersial. Yaitu menjadi salah satu upaya untuk menekan dampak ke perekonomian dari inflasi medis Indonesia yang tinggi.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan, tingginya inflasi medis tersebut mendorong kenaikan biaya atau premi kesehatan produk asuransi. Hal tersebut berdampak besar pada ekosistem perasuransian, khususnya konsumen.
“Ini salah satu upaya untuk perbaikan ekosistem asuransi kesehatan sehingga industri asuransi kesehatan bisa tumbuh secara sustain dan efisien karena dilakukan dengan perbaikan-perbaikan yang diatur dalam SEOJK tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan itu,” kata Ogi saat berdiskusi dengan media, Jakarta, 12 Juni 2025.
Ogi menjaarkan, saat ini terdapat tren peningkatan inflasi medis di Indonesia yang bahkan lebih tinggi dibandingkan inflasi umum pada 2024, dengan inflasi umum tercatat 3 persen dan inflasi medis sebesar 10,1 persen. Sementara secara global, inflasi medis tercatat sekitar 6,5 persen pada 2024, sehingga menjadikan inflasi medis di Indonesia lebih tinggi dibandingkan inflasi medis global.
Anggota DK OJK Ogi Prastomiyono.
Photo :
- Raden Jihad Akbar/VIVA.
Dengan demikian, Ogi menekankan co-payment dari pemegang polis, tertanggung atau peserta akan mendorong premi kesehatan yang lebih terjangkau karena peningkatan premi dapat dimitigasi dengan lebih baik. Saat co-payment berlaku, maka akan terjadi penyesuaian premi.
“Dengan co-payment, harapannya preminya ikut turun,” ujar Ogi.
Pembagian risiko atau co-payment adalah porsi pembiayaan kesehatan yang menjadi tanggung jawab pemegang polis, tertanggung, atau peserta, paling sedikit sebesar 10 persen dari total pengajuan klaim rawat jalan atau rawat inap di fasilitas kesehatan.
apa itu asuransi kesehatan
Meskipun begitu, terdapat batas maksimum porsi pembiayaan yang menjadi tanggung jawab pemegang polis, tertanggung, atau peserta sebesar Rp300 ribu per pengajuan klaim rawat jalan serta Rp3 juta per pengajuan klaim rawat inap. Selain itu, co-payment juga mendorong pemanfaatan layanan medis dan layanan obat yang lebih berkualitas sehingga dapat menekan overutilisasi dan tindakan fraud.
Seperti diketahui, OJK telah menerbitkan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 7/SEOJK.05/2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan (SEOJK 7/2025) untuk memperkuat industri asuransi kesehatan. SEOJK ini mulai berlaku pada 1 Januari 2026.
Halaman Selanjutnya
Pembagian risiko atau co-payment adalah porsi pembiayaan kesehatan yang menjadi tanggung jawab pemegang polis, tertanggung, atau peserta, paling sedikit sebesar 10 persen dari total pengajuan klaim rawat jalan atau rawat inap di fasilitas kesehatan.