Jakarta, VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi menjadwalkan pemanggilan terhadap tiga orang staf khusus (stafsus) mantan Menteri Ketenagakerjaan atau Menaker RI, soal kasus dugaan pemerasan kepada tenaga kerja asing (TKA) di Dirjen Binapenta Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) RI terjadi sejak 2019-2024.
Mereka dijadwalkan dalam pemanggilan dengan kapasitas sebagai saksi, pada Selasa 10 Juni 2025.
"KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi TPK terkait pengurusan rencana penggunanan Tenaga Kerja Asing (TKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker)," ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Selasa 10 Juni 2025.
Adapun tiga orang stafsus yang dipanggil KPK menjadi saksi ialah Luqman Hakim (LM) selaku Staf Khsusus eks Menaker Hanif Dhakiri, Caswiyono Rusydie Cakrawangsa dan Risharyudi Triwibowo selaku Stafsus eks Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah.
Kemudian, dikabarkan bahwa saksi Risharyudi telah tiba di Gedung Merah Putih KPK sekitar pukul 09.52 WIB.
"Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK," tandasnya.
Buka Peluang Panggil Dua Eks Menteri
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa peristiwa dugaan pemerasan kepada tenaga kerja asing (TKA) di Dirjen Binapenta Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) RI terjadi sejak 2019-2024. Maka itu, KPK membuka peluang bakal meminta klarifikasi dari Menteri Ketenagakerjaan dari tahun 2019-2024.
Adapun Menaker RI yang menjabat sejak tahun 2019-2024 ada dua orang Menteri. Mereka adalah Menteri Ketenagakerjaan 2014-2019 Hanif Dhakiri dan Menteri Ketenagakerjaan 2019-2024 Ida Fauziyah.
“Menteri HD atau IF tentunya pasti akan kita klarifikasi kepada beliau-beliau terkait praktik yanh ada di bawahannya karena secara manajerial beliau-beliau adalah pengawasnya,” ujar Plh Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo Wibowo di Gedung Merah Putih KPK, Kamis 5 Juni 2025.
Budi menuturkan bahwa penyidik mesti mengetahui soal praktik pemerasan dan gratifikasi ini terjadi dengan sepengetahuan atau seizin Hanif dan Ida saat menjadi Menteri Ketenagakerjaan.
“Apakah praktik itu sepengetahuan atau seizin atau apa perlu kita klarifikasi sangat penting untuk kita laksanakan sehingga pencegahan juga in line dari atas ke bawah bahwa menteri bersih ke bawahnya juga bersih,” tandas Budi.
Dalam kasus dugaan rasuah di Kemnaker RI, KPK sudah menetapkan delapan orang sebagai tersangka.
Kontruksi Dugaan Pemerasan di Kemnaker
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut mengungkapkan modus pegawai di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) RI terkait dugaan pemerasan kepada tenaga kerja asing (TKA) yang hendak bekerja di Indonesia. Salah satu modusnya yakni, jika TKA tidak membayar maka pejabat Kemnaker mempersulit semua izin persyaratannya.
Plh Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo Wibowo menjelaskan bahwa tenaga kerja asing harus memiliki Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA). Sebab, dokumen RPTKA itu harus dimiliki para tenaga kerja asing agar bisa bekerja sekaligus tinggal di Indonesia.
"Setiap pemberi kerja yang akan mempekerjakan TKA wajib memiliki Dokumen Pengesahan RPTKA," ujar Budi Sokmo di Gedung KPK, Kamis 5 Juni 2025.
Budi menuturkan bahwa Pengurusan Pengesahan RPTKA dilakukan di Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA), Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (BINAPENTA) Kementerian Ketenagakerjaan RI.
Nantinya, Direktorat PPTKA dan Direktorat Binapenta akan mengeluarkan dua dokumen yang diajukan oleh pemohob secara online. Dua dokumen itu yakni Hasil Penilaian Kelayakan (HPK) dan Pengesahan RPTKA.
"Atas permohonan tersebut dilakukan verifikasi secara berjenjang pada Dirjen Binapenta dan PKK," sebut dia.
Dalam tahapan tersebut, kata Budi, ada celah untuk para pejabat di Dirjen Binapenta Kemnaker RI untuk melakukan dugaan pemerasan. Para tersangka, akhirnya meminta bayaran oleh para pemohon jika dokumen yang dibutuhkan bisa terbit agar TKA bisa bekerja didalam negeri.
"Bahwa tersangka SH, WP, HY, DA diduga memerintahkan PCW, ALF, dan JMS selaku verifikator di Direktorat PPTKA untuk meminta sejumlah uang kepada pemohon agar dokumen RPTKA disetujui dan diterbitkan," beber Budi.
Budi menyebut, tersangka PCW, ALF dan JMS mukai melakukan pemerasan kepada para pemohon. Tiga tersangka itu justru hanya menginformasikan ke pemohon ada kekurangan persyaratan untuk penerbitan berkas melalui pesan whatsapp kepada pemohon yang berjanji atau yang telah memberikan sejumlah uang kepada tersangka.
"Sedangkan bagi pemohon yang tidak memberikan uang, tidak diberitahu kekurangan berkasnya, tidak diproses, atau diulur-ulur waktu penyelesaiannya," ucap Budi.
Kemudian, pemohon yang tidak diproses akan mendatangi kantor Kemnaker dan bertemu dengan petugas. Pada pertemuan tersangka PCW, ALF dan JMS menawarkan bantuan untuk mempercepat proses pengesahan RPTKA, dan meminta sejumlah uang. Setelah diperoleh kesepakatan, maka pihak Kemnaker menyerahkan nomor rekening tertentu untuk menampung uang dari pemohon.
"Dalam proses pengajuan RPTKA juga terdapat tahapan wawancara terkait identitas dan pekerjaan TKA yang akan dipekerjakan, melalui Skype dengan jadwal yang ditentukan secara manual. PCW, ALF, dan JMS tidak memberikan jadwal Skype pada pemohon yang tidak memberikan uang dalam pengurusan RPTKA tersebut," kata Budi.
Setelah, para tersangka berhasil mendapatkan sejumlah keuntungan, mereka langsung meminta pegawai Direktorat PPTKA agar memprioritaskan pengesahan RPTKA untuk pihak pemohon yang telah menyerahkan sejumlah uang.
"Selain memberikan perintah untuk meminta uang, SH, WP, HY, dan DA secara aktif meminta dan menerima uang dari GTW, PCW, ALF, JMS yang bersumber dari pengajuan RPTKA, dan digunakan untuk keperluan pribadi. Selain itu, uang dari pemohon tersebut dibagikan setiap 2 (dua) minggu dan membayar makan malam pegawai di Direktorat PPTKA," tukas dia.
Halaman Selanjutnya
Adapun Menaker RI yang menjabat sejak tahun 2019-2024 ada dua orang Menteri. Mereka adalah Menteri Ketenagakerjaan 2014-2019 Hanif Dhakiri dan Menteri Ketenagakerjaan 2019-2024 Ida Fauziyah.