Lombok, VIVA – Kasus dugaan pencabulan dan persetubuhan terhadap santriwati di sebuah pondok pesantren di Kecamatan Gunungsari, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), tengah menjadi sorotan tajam di media sosial.
Pimpinan pondok pesantren berinisial AF dilaporkan ke Polresta Mataram pada Senin, 21 April 2025, atas tuduhan melakukan pelecehan seksual terhadap puluhan santriwati.
Bersamaan dengan mencuatnya kasus tersebut, wajah kiai AF pun tak luput dari sorotan warganet. Warganet mengaitkan kemiripan wajah AF dengan karakter Walid dalam serial Malaysia Bidaah, yang viral karena kisahnya tentang pelecehan di lingkungan religius.
Ilustrasi pelecehan seksual
Photo :
- Poverty Action Lab
Komentar-komentar warganet tersebut dapat ditemukan pada kolom komentar unggahan akun Instagram @infobdgbaratcimahi. Dalam unggahan yang dibagikan Rabu, 23 April 2025, akun tersebut menyandingkan potret AF dengan karakter Walid.
“Mana mirip lg sama Walid-nya,” komentar salah seorang warganet.
“Wajahnya mirip banget sama Walid, serem,” tulis warganet lainnya,
“Mirip bangeeettt sama Walid,” kata warganet mengomentari kemiripan wajah AF dengan karakter Walid.
Terlepas dari komentar-komentar warganet, Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Mataram, Joko Jumadi, menyebutkan bahwa serial Bidaah inilah yang menjadi pemantik keberanian bagi para korban untuk bersuara.
Menurut Joko, banyak korban yang sebelumnya memilih diam, mulai menyadari bahwa pengalaman mereka serupa dengan kisah dalam serial tersebut.
“Mereka terinspirasi dari serial Bidaah itu dan memberanikan diri melapor. Karena ada kesamaan modus di serial dengan yang dialami,” ungkap Joko.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram, Joko Jumadi.
Photo :
- VIVA/Satria Zulfikar.
Joko mengungkap, dalam menjalankan aksi bejatnya pelaku menggunakan modus menjanjikan keberkahan dalam rahim. Korban dijanjikan akan melahirkan anak yang kelak menjadi wali atau ulama jika bersedia berhubungan dengannya.
“Modusnya pelaku menjanjikan keberkahan dalam rahim,” jelas Joko.
Saat ini, kasus tersebut telah memunculkan dua laporan polisi terpisah: satu untuk pencabulan dan satu lagi untuk persetubuhan.
Halaman Selanjutnya
Terlepas dari komentar-komentar warganet, Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Mataram, Joko Jumadi, menyebutkan bahwa serial Bidaah inilah yang menjadi pemantik keberanian bagi para korban untuk bersuara.