Jakarta, VIVA – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan masih ada sebanyak 59 orang terjebak di reruntuhan salah satu gedung pondok pesantren Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur.
Angka tersebut diperoleh dari pemutakhiran data hingga Rabu, 1 Oktober 2025, pukul 23.00 Wib, dari daftar absensi yang dirilis oleh pihak pondok pesantren, termasuk dari laporan kehilangan pihak keluarga korban.
"Adapun dinamika data yang berubah disebabkan dari berbagai hal, seperti nama-nama yang sebenarnya selamat atau tidak berada di tempat kejadian perkara saat insiden terjadi tidak melaporkan diri," kata Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB, Abdul Muhari, Kamis, 2 Oktober 2025.
Bangunan Musala di Ponpes Al Khoziny ambruk pada Senin, (29/9)
Muhari menjelaskan upaya SAR oleh tim gabungan terhadap korban yang tertimpa reruntuhan bangunan di Ponpes Al Khoziny pada hari ketiga pascakejadian atau Rabu hingga pukul 22.00 WIB, sebanyak lima orang berhasil dievakuasi dalam kondisi masih hidup, namun satu orang dalam keadaan kritis dan memerlukan penanganan medis khusus. Seluruh penyintas itu segera dilarikan di RSUD Sidoarjo.
Di samping itu, tim SAR gabungan juga menemukan dua korban dalam kondisi tidak bernyawa. Penemuan ini sekaligus menambah data jumlah korban meninggal dunia atas insiden yang terjadi akibat kegagalan konstruksi menjadi lima orang. Setelah ditemukan, jenazah langsung dibawa ke RS Siti Hajar.
"Pada Rabu (1/10) malam, tim SAR gabungan melakukan asesmen ulang untuk memastikan kembali apakah masih terdapat tanda-tanda kehidupan terhadap satu dari enam orang yang sebelumnya diketahui terjebak di balik reruntuhan gedung dalam keadaan masih hidup," ujar Muhari
"Apabila memang masih ditemukan tanda-tanda kehidupan, maka tim akan memaksimalkan pencarian dengan langkah-langkah yang harus diperhitungkan secara matang. Sebab, lokasi korban yang terakhir ini terdeteksi berada di posisi yang cukup sulit dan menantang, sehingga selain keahlian tentunya juga dibutuhkan strategi khusus agar korban maupun tim yang bertugas semuanya dapat selamat dalam operasi ini," imbuhnya
Menurutnya, dalam kondisi ini, penggunaan alat berat berpotensi menambah risiko semakin tinggi. Sebab, struktur bangunan yang runtuh sangat labil terhadap guncangan. Apabila dipaksakan, dikhawatirkan justru mengancam nyawa.
Selanjutnya, lanjut Muhari, apabila tidak lagi ditemukan adanya tanda-tanda kehidupan, maka BNPB bersama Basarnas dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, akan mengajak keluarga korban untuk kembali bermusyawarah dan memohon kesediaan dari segala keadaan yang ada.
"Adapun harapannya, babak baru dalam operasi SAR menggunakan alat berat dapat segera dilaksanakan guna mengangkat seluruh korban dengan berbagai kondisi," ungkapnya
Tim SAR mengevakuas korban Musala Ponpes Al Khoziny ambruk pada Senin, (29/9)
‘Pancake Collapse’
Sebelumnya, Kepala Subdirektorat Pengarahan dan Pengendalian Operasi (RPDO) Basarnas, Emi Freezer pada Rabu, 1 Oktober 2025, mengkonfirmasi dalam operasi hari ketiga ini berhasil mengevakuasi dua dari 15 orang santri yang terdeteksi dari bawah reruntuhan.
"Kami menemukan satu korban masih bisa merespons suara, tetapi posisinya sudah sangat sempit. Bordes bangunan yang runtuh turun signifikan 10–12 sentimeter, sehingga ruang gerak korban semakin terbatas," kata Kepala Subdirektorat Pengarahan dan Pengendalian Operasi (RPDO) Basarnas, Emi Freezer dikutip Rabu, 1 Oktober 2025.
Emi menjelaskan bahwa pola runtuhan bangunan berbentuk “pancake collapse” menyulitkan tim SAR untuk menembus ruang sempit di antara kolom utama. Maka walaupun sudah menggunakan peralatan berteknologi modern akses menuju lokasi korban sangat terbatas.
"Dari 15 titik yang sudah teridentifikasi, delapan berstatus hitam (tidak responsif) dan tujuh masih merah (masih ada respons). Tantangan kami adalah bagaimana mempertahankan nyawa korban, dengan kondisi struktur yang rapuh," ujarnya.
Basarnas bersama 375 personel gabungan tetap mengutamakan fase “golden time” 72 jam untuk penyelamatan. Upaya yang ditempuh tim SAR gabungan salah satunya adalah pembuatan terowongan kecil di bawah reruntuhan agar korban bisa segera dibebaskan.
Sementara penggunaan alat berat sejauh ini masih ditunda karena dikhawatirkan dapat memicu pergeseran konstruksi dan membahayakan korban maupun tim penyelamat. "Sedikit getaran saja bisa berdampak seperti gempa kecil di lokasi runtuhan," ungkapnya
Dia memastikan, Basarnas melibatkan ahli konstruksi untuk mendampingi proses assessmen struktur bangunan dan memastikan langkah evakuasi dilakukan seaman mungkin hinggga operasi penyelamatan santri berhasil, salah satunya dari ahli Institut Teknologi Sepuluh November (ITS).
“Kami mohon doa dan dukungan agar setiap upaya penyelamatan bisa membuahkan hasil. Satu nyawa sangat berharga, dan kami akan berusaha semaksimal mungkin,” kata Emi.
Halaman Selanjutnya
"Apabila memang masih ditemukan tanda-tanda kehidupan, maka tim akan memaksimalkan pencarian dengan langkah-langkah yang harus diperhitungkan secara matang. Sebab, lokasi korban yang terakhir ini terdeteksi berada di posisi yang cukup sulit dan menantang, sehingga selain keahlian tentunya juga dibutuhkan strategi khusus agar korban maupun tim yang bertugas semuanya dapat selamat dalam operasi ini," imbuhnya

3 weeks ago
8









