Jakarta, VIVA – Polri menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Mempawah, Kalimantan Barat. Salah satunya adalah mantan Direktur Utama PLN, Fahmi Mochtar.
Kasus ini bergulir dari proyek strategis yang dikerjakan pada 2008 hingga 2018. Namun, proyek dengan kapasitas 2x50 MegaWatt itu justru mangkrak dan menimbulkan kerugian besar bagi negara.
Kepala Korps Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Badan Reserse Kriminal Polri, Inspektur Jenderal Polisi Cahyono Wibowo, mengatakan tiga tersangka lainnya berasal dari kalangan swasta, yakni Direktur PT BRN yang juga adik Wakil Presiden ke-10 dan 12 Jusuf Kalla, yakni Halim Kalla (HK), Direktur PT BRN berinisial RR, serta Direktur PT Praba berinisial HYL.
“Pertama ini tersangka FM. Artinya di sini yang bersangkutan dia sebagai, beliau sebagai Direktur PLN saat itu. Terus kemudian dari pihak swastanya ini ada tersangka HK, RR, dan juga pihak lainnya," ujar dia, Senin, 6 Oktober 2025.
Kepala Kortastipidkor Polri Irjen Cahyono Wibowo
Photo :
- VIVA.co.id/Foe Peace Simbolon
Cahyono menjelaskan, indikasi korupsi muncul sejak tahap perencanaan dan lelang proyek. PLN diduga sudah melakukan permufakatan dengan pihak calon penyedia dari PT BRN agar perusahaan tersebut bisa memenangkan lelang.
“Dari awal perencanaan ini sudah terjadi korespondensi. Artinya ada permufakatan di dalam rangka memenangkan pelaksanaan pekerjaan," katanya.
Meski tidak memenuhi syarat administrasi dan teknis, panitia pengadaan PLN tetap meloloskan konsorsium KSO BRN-Alton-OJSEC. Bahkan sebelum kontrak ditandatangani, KSO BRN sudah mengalihkan proyek kepada pihak ketiga dengan kesepakatan pemberian imbalan.
Pekerjaan konstruksi PLTU 1 Kalbar seharusnya rampung sesuai jadwal, namun hingga kontrak berakhir hanya 57 persen yang terealisasi. Proyek itu kemudian diperpanjang hingga 10 kali sampai Desember 2018, tapi tetap tidak selesai.
KSO BRN dan perusahaan pihak ketiga tidak mampu menyelesaikan pekerjaan. Progres fisik hanya mencapai 85,56 persen. Padahal, PT PLN telah membayar sekitar Rp323 miliar untuk pekerjaan sipil dan US$62,4 juta untuk mechanical-electrical.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Halaman Selanjutnya
“Untuk kerugian keuangan negaranya ini sekitar 62.410.523 USD dan Rp323.199.898.518," katanya.