Jakarta, VIVA - Anggota Komisi IV DPR RI, Rajiv mempertanyakan kedatangan 3.200 ekor sapi dari Australia dengan dalih menambah pasokan daging saat bulan Ramadan dan Idul Fitri tahun 2025. Menurut dia, dari 3.200 ekor sapi yang diimpor bahwa 3.000 ekor di antaranya merupakan sapi yang membutuhkan waktu sekitar 3 bulan hingga siap disembelih.
“Setahu saya, lama penggemukan sapi bakalan sampai siap potong adalah tiga sampai lima bulan. Padahal, minggu depan sudah bulan puasa dan akhir Maret sudah lebaran. Jadi saya heran alasan impor demi menambah suplai bulan Ramadan dan Idul Fitri,” kata Rajiv dikutip pada Minggu, 23 Februari 2025.
Politikus Nasdem Wakil Bendahara Timnas AMIN, Rajiv
Photo :
- IG rajivsingh9191
Maka dari itu, Rajiv meminta Kementerian Pertanian (Kementan) dan Badan Pangan Nasional (Bapanas) harus jelas menyampaikan secara transparan berapa stok ketersediaan daging saat ini, agar masyarakat tidak bertanya-tanya mengapa melakukan impor hingga ribuan ekor sapi dari Australia.
“Kementan dan Bapanas harus clear. Saat paparan di hadapan Komisi IV, Bapanas bilang stok daging sapi 65 ribu ton dan produksi daging dalam negeri 551 ribu ton per tahun atau setara 45 ribu ton daging per bulan. Artinya, cukup untuk kebutuhan saat ini,” ungkap Anggota Fraksi Partai NasDem ini.
Tentunya, Rajiv mengerti bahwa kebutuhan daging dalam negeri tidak bisa terpenuhi 100 persen dari peternak lokal sehingga impor sapi atau kerbau harus dilakukan agar stok daging aman dan harganya terjangkau oleh masyarakat.
“Impor sapi dan kerbau memang keniscayaan, saya paham Pemerintah harus memenuhi kebutuhan dalam negeri. Namun, Pemerintah harus punya strategi agar kelak impor sapi kerbau harus berhenti karena kita sudah swasembada daging,” jelas Rajiv.
Oleh karena itu, Rajiv mengingatkan pemerintah harus hati-hati dengan importasi ruminansia karena ada banyak peternak dalam negeri yang harus dilindungi. Bayangkan, kata dia, dalam 10 tahun terakhir ternak sapi dan kerbau di Indonesia turun sebesar 17,21 persen akibat tidak sanggup betahan menghadapi persaingan harga dan kurangnya dukungan dari pemerintah.
Untuk itu, Legislator dari daerah pemilihan (Dapil) Jawa Barat II ini mengusulkan pemerintah perlu meningkatkan produksi daging sapi lokal melalui perbaikan manajemen peternakan untuk mengurangi ketergantungan pada impor. Kemudian, lanjut dia, meningkatkan kualitas pakan dan pengembangan infrastruktur pendukung.
“Pemerintah harus meningkatkan kemandirian pangan dengan kebijakan yang mendukung peternak lokal, seperti subsidi pakan ternak, peningkatan kapasitas produksi, serta penguatan sistem distribusi dan logistik untuk memastikan akses pasar yang lebih luas bagi peternak kecil dan menengah,” pungkasnya.
Halaman Selanjutnya
Oleh karena itu, Rajiv mengingatkan pemerintah harus hati-hati dengan importasi ruminansia karena ada banyak peternak dalam negeri yang harus dilindungi. Bayangkan, kata dia, dalam 10 tahun terakhir ternak sapi dan kerbau di Indonesia turun sebesar 17,21 persen akibat tidak sanggup betahan menghadapi persaingan harga dan kurangnya dukungan dari pemerintah.