Jakarta, VIVA – Dua hakim pemberi vonis bebas Gregorius Ronald Tannur, yakni Erintuah Damanik dan Mangapul mengajukan status saksi pelaku yang bekerja sama atau justice collaborator (JC) dalam kasus dugaan suap terkait vonis bebas Ronald Tannur. Pengajuan itu dilakukan karena menyesali perbuatannya, ingin berubah dan memperbaiki diri.
"Itu yang menjadi catatan, dan itu sudah kami sampaikan sejak awal persidangan bahwa klien kami yang akan membuktikan perkara ini. Karena apa? Karena klien kami ingin berubah, sudah menyesal, dan ingin memperbaiki diri. Apalagi klien kami ini sudah tua, jadi tidak ingin persidangan yang berlarut-larut. Jadi kalau sudah bisa selesai, kita selesaikan saja langsung," ujar kuasa hukum Erintuah dan Mangapul, Philipus Sitepu di Pengadilan Tipikor pada Selasa, 17 Februari 2025.
Tiga hakim Ronald Tannur jalani sidang dakwaan di Pengadilaan TIpikor pada PN Jakarta Pusat
Photo :
- VIVA.co.id/Zendy Pradana
Dia menjelaskan, bahwa Erintuah dan Mangapul menjadi pihak yang bisa membuktikan tindak pidana dalam kasus ini. Philipus menilai bahwa saksi yang dihadirkan hari ini belum cukup membuktikan perkara ini.
"Nah, klien kami itu sejak penyidikan sudah menjadi saksi pelaku yang bekerja sama dan mengakui. Tapi di pengadilan itu keterangan yang digunakan nanti kan keterangan persidangan, yang dimaksud dengan keterangan saksi itu kan keterangan diterangkan pada persidangan. Sehingga, klien kami menguatkan bahwa di persidangan pun keterangan klien kami akan mengakui dan tidak akan berubah. Sehingga kami mengajukan JC," sebut dia.
Termasuk, kata dia, pelaku-pelaku lain yang bisa menjadi tersangka atau nanti terdakwa hari ini adalah berdasarkan keterangan dari Erintuah. "Mungkin klien kami Pak Erintuah dan Pak Mangapul adalah satu-satunya mungkin, keterangan saksi yang bisa membuktikan kejadian ini," imbuhnya.
Philipus masih tidak terima sepenuhnya atas dakwaan dituduhkan kepada kliennya. Dia mengklaim uang yang pernah diterima kliennya sudah dikembalikan.
"Bukan menerima dakwaan sepenuhnya. Tapi menerima itu maksudnya adalah bahwa di sini memang terjadi tindak pidana. Dan itu kan sudah kami juga sampaikan di BAP (berita acara pemeriksaan) dari awal. Kemudian istri dari klien kami juga sudah menjadi saksi, dan sudah menyerahkan juga uang itu kepada Kejaksaan. Apa yang diterima oleh klien kami, sudah kami serahkan kepada Kejaksaan melalui istrinya waktu itu. Dan di keterangan istrinya juga sudah disebutkan," jelas dia.
Philipus menilai bahwa Erintuah dan Mangapul akan buka-bukaan di persidangan. Dia mengatakan total uang yang telah dikembalikan oleh Erintuah dan Mangapul sebesar SGD 115 ribu.
"Total yang diserahkan kepada jaksa itu ada 45 ribu SGD, kemudian masing-masing ada 36 SGD, dan 38 SGD 38 atau 37 SGD. Jadi total seluruhnya yang diserahkan oleh kedua klien kami itu 115 ribu SGD. Sudah kami buka-bukaan. Bukan hanya mau buka-bukaan, tapi klien kami siap menjadi saksi untuk itu. Pada hari ini memang keterangan klien kami yang membuka perkara ini," tambahnya.
Sementara itu, pengacara hakim nonaktif PN Surabaya yang juga terdakwa dalam kasus ini, Heru Hanindyo menyebut kliennya tidak terlibat. Dia mengaku kaget lantaran Erintuah dan Mangapul mengajukan status saksi justice collaborator.
"Konsep justice collaborator sendiri itu untuk pelaku, yang membantu menguak seperti apa sih peristiwa pidana itu. Sedangkan, Pak Heru dari awal dari penyidikan, penuntutan, bahkan sampai persidangan pun, Pak Heru tetap pada prinsipnya, tidak pernah terlibat dalam kasus suap ini. Jadi, kami bagaimana bisa mengajukan klien kami sebagai JC kalau klien kami tidak pernah terlibat dalam kasus ini? Makanya ketika ada justice collaborator ini, kami cukup kaget lah. Berarti, siapa lagi yang mau dikenakan?," kata kuasa hukum Heru, Farih Romdoni.
Farih mengklaim tak ada saksi dalam persidangan yang menerangkan jika Heru menerima duit terkait vonis bebas Tannur. Dia mengatakan Meirizka, selaku ibu Tannur juga tidak pernah mendengar nama Heru.
"Kalau misalnya dari klien kami, kalau diikuti sidang dari awal sampai akhir, tidak ada satu pun saksi yang bilang bahwa Pak Heru menerima, tidak ada satu pun saksi yang menyebut tahu nama Heru. Semua saksi, bahkan Ibu Ronald Tannur aja tadi sudah ditanya, pernah dengar nama Heru? Enggak. Pernah Bu Lisa WA ada nama Heru, juga tidak pernah. Jadi kami bingung, klien kami itu salahnya di mana?," bebernya.
Diketahui, jaksa mendakwa tiga hakim PN Surabaya menerima suap Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu atau setara Rp 3,6 miliar terkait vonis bebas Ronald Tannur atas kematian kekasihnya, Dini Sera Afrianti. Ketiga hakim itu ialah Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul.
Kasus ini bermula dari jeratan hukum untuk Ronald Tannur atas kematian kekasihnya Dini Sera Afrianti. Ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja, kemudian berupaya agar anaknya bebas.
Dia pun meminta pengacara bernama Lisa Rahmat mengurus perkara itu. Lisa Rahmat kemudian menemui mantan Pejabat MA, Zarof Ricar untuk mencarikan hakim PN Surabaya yang dapat menjatuhkan vonis bebas kepada Ronald Tannur.
Singkat cerita, suap diberikan dan Ronald Tannur bebas. Belakangan, terungkap kalau vonis bebas itu diberikan akibat suap. Jaksa juga telah mengajukan kasasi atas vonis Ronald Tannur. MA mengabulkan kasasi itu dan Ronald Tannur telah divonis 5 tahun penjara.
Halaman Selanjutnya
"Bukan menerima dakwaan sepenuhnya. Tapi menerima itu maksudnya adalah bahwa di sini memang terjadi tindak pidana. Dan itu kan sudah kami juga sampaikan di BAP (berita acara pemeriksaan) dari awal. Kemudian istri dari klien kami juga sudah menjadi saksi, dan sudah menyerahkan juga uang itu kepada Kejaksaan. Apa yang diterima oleh klien kami, sudah kami serahkan kepada Kejaksaan melalui istrinya waktu itu. Dan di keterangan istrinya juga sudah disebutkan," jelas dia.