Jakarta, VIVA – Mantan bos Sriwijaya Air yang juga merupakan pemilik saham mayoritas atau Beneficial Ownership PT Tinindo Inter Nusa (TIN) Hendry Lie dijatuhi hukuman 14 tahun penjara oleh majelis hakim karena terbukti korupsi terkait komoditas pengelolaan timah. Dia juga dijatuhi putusan membayar denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan.
Hakim menilai bahwa Hendry Lie telah secara sah terbukti terlibat kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015-2022 yang merugikan negara hingga Rp300,003 triliun.
“Menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secata bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan primer,” ujar ketua majelis hakim Tony Irfan di ruang sidang Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis 12 Juni 2025.
Kemudian, hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp1,05 triliun subsider delapan tahun penjara.
Adapun hal yang memberatkan Hendry adalah tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Bahkan, perbuatan Hendry Lie itu telah merugikan negara yang sangat besar. Dia juga dinilai telah membuat kerugian dalam bentuk kerusakan lingkungan yang sangat masif dan juga telah menikmati hasil tindak pidana.
Hendry Lie dinilai telah terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan primer jaksa.
Adapun putusan dari hakim ini lebih rendah dibandingkan tuntutan dari jaksa penuntut umum (JPU). Jaksa menuntut 18 tahun penjara untuk Hendry Lie.
Sebelumnya, mantan Bos Sriwijaya Air, Hendry Lie dijatuhi dakwaan terima uang Rp1 triliun oleh jaksa penuntut umum (JPU) terkait dengan kasus dugaan korupsi pengelolaan komoditas timah.
Sidang dakwaan Hendry Lie digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Kamis, 30 Januari 2025.
Dalam hal ini, jaksa menilai bahwa Hendry Lie merupakan pemilik saham mayoritas PT Tinindo Internusa, yakni smelter swasta yang bekerja sama dengan PT Timah.
"Memperkaya Terdakwa Hendry Lie melalui PT Tinindo Internusa setidak-tidaknya Rp 1.059.577.589.599,19 (Rp 1 triliun)," ujar jaksa di ruang sidang pada Kamis, 30 Januari.
Hendry Lie, kata jaksa, diduga telah melakukan tindak pidana korupsi bersama dengan Rosalina selaku General Manager Operasional PT Tinindo Internusa, Fandy Lingga selaku Marketing PT Tinindo Internusa sejak 2008 hingga Agustus 2018, Suparta selaku Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (PT RBT) sejak 2016, Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT sejak 2017, Harvey Moeis yang mewakili PT RBT.
Kemudian, Hendry juga bekerja sama dengan Tamron alias Aon selaku beneficial owner CV Venus Inti Perkasa (CV VIP) dan PT Menara Cipta Mulia, Achmad Albani, Hasan Thjie, Kwan Yung, Suwito Gunawan, MB Gunawan, Robert Indarto, Suranto Wibowo, Amir Syahbana, Rusbani, Bambang Gatot Ariyono, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Emil Ermindra, dan Alwin Albar.
Namun begitu, mereka semua didakwa oleh JPU dengan berkas yang terpisah.
"Terdakwa Hendry Lie memerintahkan Rosalina dan Fandy Lingga untuk membuat dan menandatangani surat penawaran PT Tinindo Internusa No 093/ Tin/ VIII/ 2018 tanggal 3 Agustus 2018 perihal penawaran kerja sama sewa alat processing timah kepada PT Timah bersama smelter swasta lainnya, antara lain PT RBT, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Bina Sentosa, dan PT Stanindo Inti Perkasa, yang diketahuinya smelter-smelter swasta tersebut tidak memiliki CP (competent person) dan format surat penawaran kerja sama sudah dibuatkan oleh PT Timah," kata jaksa.
Kemudian, jaksa juga menilai bahwa Hendry bersama Fandy, Rosalina, dan perusahaan afiliasi yaitu CV Bukit Persada Raya, CV Sekawan Makmur Sejati, dan CV Semar Jaya Perkasa, membeli dan mengumpulkan bijih timah dari penambang ilegal di wilayah IUP PT Timah.
Hendry pun selanjutnya meminta kepada Fandy untuk hadir dalam pertemuan yang digelar di Hotel Novotel Pangkal Pinang dengan Mochtar Rizal Pahlevi selaku Direktur Utama PT Timah dan Alwin Albar selaku Direktur Operasional PT Timah dan 27 pemilik smelter swasta.
"Yang membahas permintaan Mochtar Riza Pahlevi dan Alwin Albar atas bijih timah sebesar 5 persen dari kuota ekspor smelter swasta tersebut karena bijih timah yang diekspor oleh smelter-smelter swasta tersebut merupakan hasil produksi yang bersumber dari penambangan di wilayah IUP PT Timah," ucap dia.
Hendry Lie, kata Jaksa, ternyata mengetahui dan menyetujui pembentukan perusahaan boneka atau cangkang CV Bukit Persada Raya, CV Sekawan Makmur Sejati, dan CV Semar Jaya Perkasa sebagai mitra jasa borongan yang akan diberi SPK (surat perintah kerja) pengangkutan oleh PT Timah.
Sehingga, jaksa menyebutkan bahwa SPK yang digunakan membeli dan mengumpulkan bijih timah dari penambang ilegal dari wilayah IUP PT Timah justru dijual kepada PT Timah sebagai tindak lanjut kerja sama sewa peralatan processing antara PT Timah dan PT Tinindo Internusa.
Halaman Selanjutnya
Sebelumnya, mantan Bos Sriwijaya Air, Hendry Lie dijatuhi dakwaan terima uang Rp1 triliun oleh jaksa penuntut umum (JPU) terkait dengan kasus dugaan korupsi pengelolaan komoditas timah.