Jakarta, VIVA — Polisi mengungkap jaringan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Jakarta Utara dengan perputaran uang mencapai Rp 1 miliar dalam waktu enam bulan. Bisnis gelap ini dijalankan oleh dua muncikari berinisial SM (56) dan TR (29) yang memperdagangkan sedikitnya 30 perempuan sebagai pekerja seks komersial.
Kapolres Pelabuhan Tanjung Priok, AKBP Martuasah H Tobing, menjelaskan bahwa transaksi keuangan dari bisnis ilegal ini terpantau melalui rekening milik tersangka.
“Dari perputaran uang sekitar enam bulan, kita cek dari rekening itu hampir Rp 1 miliar. Jadi, itu uang masuk dan uang keluar,” ujar Martuasah dalam konferensi pers di kantornya, Selasa 18 Februari 2025.
Polres Pelabuhan Tanjung Priok rilis kasus pencabulan anak
Dalam praktiknya, satu korban dijual dengan tarif Rp 2 juta untuk sekali layanan kepada pelanggan. Namun, para korban hanya menerima uang dalam jumlah sangat kecil.
“Dari tindak pidana ini, tersangka mendapat keuntungan dari para korban sekitar Rp 100.000 hingga Rp 200.000,” jelas Martuasah.
Sebagian besar uang hasil eksploitasi ini tidak langsung diberikan kepada korban. Mereka hanya mendapatkan uang makan, kebutuhan sehari-hari seperti sabun, serta sedikit uang untuk keperluan pribadi. Sisa pendapatan mereka, sekitar Rp 1,8 juta per pelanggan, dikelola dan dipegang oleh SM.
SM dan TR menjalankan bisnis ilegal ini dengan merekrut korban dari berbagai daerah, terutama Jawa Tengah dan Jawa Barat. Mereka kemudian ditampung di sebuah apartemen di Jalan Yos Sudarso, Jakarta Utara. Dari sana, muncikari menawarkan jasa para korban melalui media sosial dan jaringan tertutup antar pelanggan.
Pada Selasa 4 Februari, polisi menggerebek apartemen tersebut dan menangkap kedua tersangka. Saat penggerebekan, terdapat 16 perempuan yang sedang berada di lokasi, diduga sebagai korban perdagangan orang.
Dalam penangkapan tersebut, polisi juga mengamankan sejumlah barang bukti, termasuk empat alat kontrasepsi, kartu ATM BCA, uang tunai Rp 500.000, serta sekitar 10 unit ponsel yang digunakan untuk berkomunikasi dengan pelanggan.
Atas perbuatannya, SM dan TR dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 Undang-undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Mereka terancam hukuman penjara maksimal enam tahun.
Polisi terus mendalami kasus ini untuk mengungkap kemungkinan adanya jaringan TPPO yang lebih besar di balik bisnis gelap tersebut.
Halaman Selanjutnya
SM dan TR menjalankan bisnis ilegal ini dengan merekrut korban dari berbagai daerah, terutama Jawa Tengah dan Jawa Barat. Mereka kemudian ditampung di sebuah apartemen di Jalan Yos Sudarso, Jakarta Utara. Dari sana, muncikari menawarkan jasa para korban melalui media sosial dan jaringan tertutup antar pelanggan.