Jakarta, VIVA – Aktor sekaligus produser film, Gandhi Fernando, secara terbuka mengkritik keputusan penunjukan Ifan Seventeen sebagai Direktur Utama PT Produksi Film Negara (PFN). Melalui unggahan di TikTok dan Instagram, Gandhi mempertanyakan kompetensi Ifan dalam dunia perfilman dan menganggap keputusan tersebut sebagai penghinaan terhadap para pekerja film profesional.
"Coy, yang pertama, kompetensi Ifan Seventeen dalam film apa bos? Dari segudang orang film hebat, kenapa yang dipilih penyanyi yang gak pernah produksi film?" ujar Gandhi dalam unggahannya. Scroll lebih lanjut ya.
Lebih lanjut, ia menyebut sejumlah nama sineas berpengalaman yang menurutnya lebih layak memimpin PFN, seperti Garin Nugroho, Reza Rahadian, Christine Hakim, Hanung Bramantyo, Mira Lesmana, Riri Riza, Nicholas Saputra, hingga Luna Maya.
Sebagai perusahaan BUMN yang bergerak di industri film, PFN menurut Gandhi seharusnya dipimpin oleh seseorang yang memiliki pemahaman mendalam tentang produksi film. Ia menegaskan bahwa manajemen saja tidak cukup untuk menjalankan perusahaan tersebut, melainkan juga harus memiliki keahlian dalam memilih proyek film yang baik untuk investasi negara.
Gandhi juga mengingatkan potensi terjadinya penyalahgunaan anggaran dalam produksi film jika perusahaan dikelola oleh seseorang yang tidak memahami sistem produksi dengan baik. Ia menegaskan bahwa industri film dapat menjadi lahan subur bagi korupsi jika tidak berada di tangan orang yang kompeten.
"Bukan berarti gua sebut Ifan Seventeen gak jujur ya, bukan itu poinnya. Tapi kalau gak paham produksi yang benar, bisa jadi dibego-begoin banyak orang soal anggaran sebuah film," ujarnya.
Ia juga menyoroti klaim Ifan Seventeen yang mengaku memiliki rumah produksi sejak 2019 dan telah menjual filmnya ke layanan over-the-top (OTT). Menurut Gandhi, siapa saja bisa mendirikan rumah produksi secara legal, tetapi tidak semua benar-benar memahami industri film secara mendalam.
"Siapa aja bisa klaim bikin PH, kalian juga bisa bro. Tinggal bayar notaris, keluar 10-20 juta, beres. Alamat kantor di rumah sendiri juga bisa, meeting di mall dan coffee shop pun sah-sah saja. Semua orang bisa klaim sebagai produser dan executive produser," tambahnya.
Di akhir pernyataannya, Gandhi menantang Ifan Seventeen dengan pertanyaan seputar distribusi film yang menurutnya wajib dikuasai oleh seorang pemimpin di industri ini.
"Sekarang gue mau nanya ke Ifan Seventeen, lu udah pernah produksi dan distribusi film ke bioskop gak? Paham istilah DCP? Tau jalur distribusi internasional pake sales agent, distributor atau bisa langsung tayang di bioskop internasional?" tanyanya.
Ia juga mempertanyakan pemahaman Ifan terkait sistem penayangan film di Indonesia, mulai dari biaya hingga distribusi poster ke seluruh wilayah. Gandhi menutup kritiknya dengan menyatakan bahwa ia yakin Ifan tidak memiliki pemahaman yang cukup dalam industri ini.
"Gua yakin gak perlu asumsi lagi, pertanyaan dasar soal distribusi film juga doi pasti gak tau. Miris sama negara ini yang politiknya bagi-bagi jatah yaa," pungkasnya.
Halaman Selanjutnya
Ia juga menyoroti klaim Ifan Seventeen yang mengaku memiliki rumah produksi sejak 2019 dan telah menjual filmnya ke layanan over-the-top (OTT). Menurut Gandhi, siapa saja bisa mendirikan rumah produksi secara legal, tetapi tidak semua benar-benar memahami industri film secara mendalam.