Jakarta, VIVA – Direktur Pemasaran Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero), Dwi Sutoro mengungkapkan bahwa industri kelapa sawit memiliki potensi besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Namun, tantangan seperti keberlanjutan lingkungan dan tata kelola industri yang lebih efisien tetap menjadi perhatian utama.
"Kami berkomitmen untuk terus memperkuat peran industri sawit nasional melalui optimalisasi produktivitas, hilirisasi produk, serta peningkatan daya saing di pasar global. Upaya ini harus dilakukan secara berkelanjutan dengan memperhatikan aspek lingkungan dan sosial," ujar Dwi dikutip dari keterangannya, Selasa, 25 Februari 2025.
Dwi menjelaskan bahwa sebagaimana diatur dalam Permenko No. 21 Tahun 2022 dan Perpres No. 40 Tahun 2023, PTPN terus melakukan berbagai transformasi di seluruh lini perusahaan. Sejalan dengan program prioritas nasional, perseroan terus mengakselerasi berbagai program strategis, termasuk hilirisasi sektor pangan dengan peningkatan produksi minyak goreng dari 0,3 juta ton menjadi 1,1 juta ton per tahun.
Direktur Pemasaran Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero), Dwi Sutoro.
Photo :
- Dokumentasi PTPN.
"Sebanyak 78 ribu hektare lahan sawit juga telah diremajakan melalui program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Selain itu, kami juga terus mengembangkan energi terbarukan melalui pemanfaatan biogas, Bio-CNG, biodiesel, dan bioetanol," papar Dwi.
Lebih lanjut, Dwi menegaskan bahwa sawit merupakan minyak nabati utama dunia yang harus terus dikembangkan. Oleh karena itu, ia mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk bersama-sama menyusun roadmap pengelolaan sawit guna meningkatkan kontribusinya secara global.
"Hal ini penting agar semua yang kita lakukan tidak hanya mendukung Indonesia Emas 2045, tetapi juga berkontribusi dalam perekonomian dunia," paparnya.
Sementara itu, Dewan Pembina Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), Prof. Bungaran Saragih, menambahkan bahwa pemerintah telah menetapkan target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen. Untuk mencapai target tersebut, industri sawit harus terus mendorong hilirisasi sebagai salah satu strategi utama.
"Menurut analisis saya, dengan hilirisasi pertanian yang dipimpin oleh industri sawit, target pertumbuhan ekonomi 8 persen bukan lagi sekadar mimpi. Sawit harus menjadi pelopor hilirisasi di sektor pertanian kita," ujarnya.
Bungaran juga menekankan pentingnya peningkatan produktivitas dan perluasan kebun sawit, baik milik rakyat maupun perusahaan, dengan tetap berpegang pada standar keberlanjutan dan reforestasi global.
"Jika hal ini dapat kita lakukan, maka kita tidak hanya akan memperoleh keuntungan ekonomi, tetapi juga berkontribusi dalam menjaga kelestarian lingkungan dunia," tutupnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur PT RPN, Iman Yani Harahap, menyampaikan bahwa tantangan ke depan yang harus dihadapi salah satunya adalah bagaimana Indonesia bisa memenuhi permintaan dalam negeri dengan tetap mempertahankan devisa dari hasil ekspor.
“Tentu kita harus mengupayakan keduanya. Artinya, salah satu hal penting yang saat ini harus terus didorong adalah produktivitas sawit,” ujarnya.
Saat ini PT RPN telah menjalankan beberapa strategi peningkatan produktivitas yang akan terus dilakukan. Dari aspek agronomi dan pemuliaan, pihaknya akan melakukan pengembangan benih unggul yang adaptif terhadap perubahan iklim, peningkatan praktik GAP dan pengelolaan lahan secara berkelanjutan, dan efisiensi efektivitas pemupukan melalui penerapan berbagai teknologi.
Foto kebun kelapa sawit, contoh swasembada pangan dan energi
Di sisi teknologi pertanian dan inovasi digital, RPN juga melakukan pemanfaatan teknologi sensor dan IoT untuk pemantauan kesehatan tanaman dan manajemen hara berbasis presisi, penggunaan drone dan citra satelit dalam pemetaan dan pemantauan kebun secara real-time, hingga penerapan mekanisasi perkebunan untuk efektivitas dan efisiensi pekerjaan.
“Dari sisi keberlanjutan, kami terus berupaya melakukan pencegahan degradasi tanah dan perbaikan kualitas tanah melalui konsep kesehatan tanah dengan pemanfaatan produk samping, penerapan praktik kultur teknis yang ramah lingkungan, sampai dengan implementasi sertifikasi keberlanjutan (ISPO, RSPO),” jelas Iman.
Halaman Selanjutnya
"Hal ini penting agar semua yang kita lakukan tidak hanya mendukung Indonesia Emas 2045, tetapi juga berkontribusi dalam perekonomian dunia," paparnya.