Indonesia Darurat Perceraian, Menag: Ini Ancaman Bagi Negara

4 hours ago 2

Selasa, 22 April 2025 - 22:31 WIB

Jakarta, VIVA – Tingginya angka perceraian di Indonesia menjadi sorotan serius dan dinilai sebagai ancaman besar bagi keutuhan bangsa.

Dalam hal ini, Menteri Agama Nasaruddin Umar, menyampaikan keprihatinannya terhadap fenomena yang dinilai menyerupai tren di negara-negara Barat.

“Sekarang ini ada sebuah ancaman yang sangat besar bagi bangsa Indonesia. Tingginya angka perceraian,” kata Menag dalam konferensi pers Rakernas BP4, di Jakarta, Senin 21 April 2025.

Menurutnya, fenomena di Barat yang menganggap perkawinan sebagai sesuatu yang merepotkan, mulai memengaruhi cara pandang masyarakat Indonesia terhadap pernikahan.

"Jadi ini ada fenomena barat yang orang menganggap perkawinan itu merepotkan. Ini yang berkembang dalam dunia barat,” ujar Nasaruddin.

Ia mengungkapkan bahwa angka perceraian di Indonesia kini telah mencapai 33 persen dari jumlah pernikahan setiap tahun.

“120 ribu orang yang kawin dan 32 persen di antara itu cerai. Sementara angka perkawinannya itu juga sudah semakin menurun," paparnya.

Menurutnya, kondisi ini menunjukkan bahwa rumah tangga yang utuh semakin sedikit. “Ini satu ancaman. Di dalam Al-Quran ayat-ayat itu lebih banyak berbicara tentang keutuhan rumah tangga. Bukan berbicara tentang negara. Ayat yang berbicara tentang negara tidak sampai 10 persen. Hanya 5 persen. Tapi Al-Walusiya itu 90 persen,” jelasnya.

Ia menegaskan bahwa tidak mungkin terbentuk masyarakat dan negara yang ideal tanpa rumah tangga yang kuat. Karena itu, ia menilai perlu adanya langkah konkret dalam menyelesaikan persoalan rumah tangga.

“Saat ini tidak ada satu institusi yang secara langsung bisa menyelesaikan persoalan rumah tangga ini kecuali BPM4. BP4 ini sangat memprihatinkan karena tidak mendapatkan anggaran dari negara,” ungkapnya.

Menag Nasaruddin Umar Konferensi Pers di Acara Rakernas BP4

Photo :

  • VIVA.co.id/Natania Longdong

Sebagai solusi, ia menyarankan agar BP4 didukung untuk mengusulkan Undang-Undang Kerukunan Rumah Tangga. “Undang-undang perkawinan sepertinya tidak cukup untuk menyelesaikan persoalan rumah tangga.”

Ia juga menekankan dampak sosial dari perceraian, mulai dari kemiskinan hingga anak-anak terlantar.

"Kalau terjadi perceraian akan muncul dua orang miskin baru yang namanya perempuan dan anak-anak.”

Berdasarkan hasil penelitian yang dimilikinya, sebagian besar anak-anak bermasalah di lembaga rehabilitasi berasal dari keluarga broken home. “Egoisme kedua orang tuanya, anaknya yang terlantar.”

Ia menyebutkan beberapa penyebab perceraian yang mencengangkan, termasuk perbedaan politik, pindah agama, masalah ekonomi, hingga narkoba.

“Ada sekitar 500 perceraian hanya karena perbedaan politik,” ucap Nasaruddin.

“Dan ada lagi banyak angka-angka yang sangat memprihatinkan. Misalnya, ada perceraian sekitar 3.000 jumlah perceraian itu karena murtad.”

Tak hanya itu, ia juga mengkritisi pandangan masyarakat modern yang mulai meniru gaya hidup Barat. “Lebih suka memelihara anjing daripada memelihara anak,” katanya.

Nasaruddin pun mengajak semua pihak, termasuk media dan hakim agama, untuk ikut serta dalam menjaga keutuhan rumah tangga.

"Kami menghimbau kepada hakim-hakim agama. Jangan terlalu gampang menceraikan orang. Kalau masih bisa didamaikan, kemudian dinasehatin. Jangan dulu (diceraikan).”

Sebagai bentuk langkah konkret, ia menyarankan BP4 diberi kewenangan untuk memberikan rekomendasi sebelum hakim memutuskan perkara perceraian. “BP4 di sini kita sudah siap orang. Pusatnya di kantornya di Istiqlal, ya kan. Jangan bercerai, kasian anak-anakmu.”

Halaman Selanjutnya

“120 ribu orang yang kawin dan 32 persen di antara itu cerai. Sementara angka perkawinannya itu juga sudah semakin menurun," paparnya.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |