Jakarta, VIVA — Momen kearaban antara Presiden RI Prabowo Subianto dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan jadi sorotan duni internasional. Pertemuan Prabowo dan Erdogan dinilai jadi poros baru alternatif kekuatan dunia.
Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai ada keakraban yang berbeda antara Erdogan dengan Prabowo. Bagi dia, keakraban dua pemimpin negara itu bisa jadi poros baru dalam simbol perlawanan terhadap dominasi sistem global.
Fahmi pun menganalisa keakraban dua tokoh itu dari sebuah foto Erdogan yang menggamit lengan Prabowo. Momen itu tampak terlihat saat keduanya berjalan berdampingan menyusuri istana megah di Ankara.
Suasana resmi itu dipenuhi gestur hangat, diapit para pejabat. Lalu, ada masing-masing tim pengawal Presiden dan kamera yang membingkai langkah kedua pemimpin.
“Ini bukan hanya tentang sorotan media, tetapi juga menjadi jendela untuk memahami arah baru dunia," kata Fahmi, Sabtu, 13 April 2025.
Presiden RI Prabowo Subianto dan Presiden Turkiye Recep Tayyip Erdogan di Lanud Halim Perdanakusuma (sumber foto: Muchlis Jr - Biro Pers Sekretariat Presiden)
Photo :
- VIVA.co.id/Yeni Lestari
Menurut dia, figur Erdoğan merupakan pemimpin tangguh yang sudah lama jadi simbol keteguhan dunia Muslim. Momen keakraban itu seakan memberikan pengantar istimewa bagi Prabowo, pemimpin baru dari Asia Tenggara yang tengah memainkan peran globalnya.
Fahmi menuturkan dengan gestur erat itu seperti menyiratkan lahirnya poros baru antara Jakarta dan Ankara. Kata dia, potensi poros itu tak hanya dibangun di atas kepentingan ekonomi atau pertahanan, tetapi juga nilai, sejarah, dan tanggung jawab moral bersama.
“Dunia menyaksikan kebangkitan dua bangsa besar dari Selatan Global, Indonesia dan Turki yang ingin menawarkan alternatif atas dominasi lama, menyusun ulang arsitektur global menuju tatanan yang lebih adil, multipolar, dan manusiawi,” jelas Fahmi.
Pun, sebelum pertemuan bilateral di istana, Prabowo juga dapat kehormatan langka untuk bicara di hadapan parlemen Turki. Di forum tinggi itu, ia menyampaikan pidato yang bukan sekadar basa-basi diplomatik. Namun, Ketua Umum Partai Gerindra itu memperlihatkan deklarasi nilai dan arah kepemimpinan moral.
Saat itu, Prabowo menyitir tokoh besar Turki, Mustafa Kemal Ataturk dan Sultan Mehmed II. Kata Prabowo, dua tokoh itu bukan hanya sebagai simbol kejayaan masa lalu tetapi sebagai inspirasi untuk membangun peradaban modern yang berdaulat dan beradab.
Prabowo dalam kesempatan itu juga menyuarakan kepedulian mendalam atas tragedi kemanusiaan di Gaza.
"Dan kami merasa ingin bersama Turki membela rakyat, kebenaran, di dunia yang sekarang penuh dengan ketidakpastian," demikian kata Prabowo,yang disambut 17 kali tepuk tangan dari para anggota parlemen Turki.
Sementara, Fahmi menyampaikan dari Erdogan juga melempar pujian terhadap isi dan semangat pidato tersebut.
"Dalam pertemuan bilateral, keduanya menegaskan komitmen memperkuat kerja sama dalam bidang teknologi, pendidikan, industri pertahanan, hingga diplomasi kemanusiaan,” jelas Fahmi.
Lebih lanjut, dia menuturkan Dalam lanskap global yang tengah bergerak menuju multipolaritas, Erdogan-Prabowo bisa jadi poros baru.
Ia bilang poros itu bisa muncul karena sebagai respons terhadap kebijakan proteksionis dan perang tarif yang digaungkan Presiden AS Donald Trump.
"Poros Ankara–Jakarta hadir sebagai kekuatan alternatif. Bukan sekadar reaksi terhadap polarisasi lama antara Barat dan Timur, tetapi juga respons strategis terhadap tekanan baru seperti kebijakan proteksionis dan perang tarif gaya Trump yang kembali menghantui negara-negara berkembang,” lanjutnya.
Kemudian, ia mengatakan Turki di bawah kepemimpinan Erdogan sudah berhasil membangun industri pertahanan mandiri. Menurut laporan Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), ekspor senjata Turki meningkat hampir 70 persen dalam lima tahun terakhir.
Sedangkan, Indonesia melalui Prabowo seperti ingin menunjukkan tekad untuk mengejar kemandirian strategis dalam bidang pertahanan dan ketahanan nasional. Dia menyebut kolaborasi Turki dan Indonesia dalam alih teknologi UAV, sistem pertahanan udara, hingga kendaraan taktis menjadi pilar penting dari poros ini.
“Tapi kekuatan poros ini tidak hanya bersifat teknokratik. Kerja sama Indonesia-Turki juga menjadi simbol perlawanan terhadap dominasi sistem global yang timpang," ujarnya.
Halaman Selanjutnya
Fahmi menuturkan dengan gestur erat itu seperti menyiratkan lahirnya poros baru antara Jakarta dan Ankara. Kata dia, potensi poros itu tak hanya dibangun di atas kepentingan ekonomi atau pertahanan, tetapi juga nilai, sejarah, dan tanggung jawab moral bersama.