Komnas HAM: DPR Harus Atensi Poin-poin Ini dalam RUU KUHAP

5 hours ago 1

Senin, 19 Mei 2025 - 21:23 WIB

Jakarta, VIVA - Anggota Komnas HAM RI, Atnike Nova Sigiro mengatakan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) harus menjawab persoalan mendasar dalam praktik peradilan pidana di Indonesia.

“Pembaruan ini harus menjawab persoalan mendasar dalam praktik peradilan pidana Indonesia, yang selama ini rentan mengabaikan prinsip due process of law (proses hukum yang adil), presumption of innocence (praduga tak bersalah), dan perlindungan hak-hak kelompok rentan,” kata Atnike dalam keterangannya di Jakarta pada Senin, 19 Mei 2025.

Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro

Photo :

  • ANTARA/Fath Putra Mulya

Kata dia, salah satu rekomendasi Komnas HAM dalam kajian RUU KUHAP pada 2023 yaitu perlunya kajian lebih mendalam untuk memperbaiki muatan RUU KUHAP. Tahun 2025 ini, lanjut dia, Komnas HAM kembali melanjutkan kajian RUU KUHAP dan fokus pada perkembangan peraturan pidana.

Menurut dia, terdapat sejumlah pokok pengaturan peradilan pidana yang menjadi atensi dan diusulkan untuk diubah dalam pembahasan RUU KUHAP, di antaranya penyelidikan, penyidikan, upaya paksa dan praperadilan.

Selain itu, lanjut Atnike, keadilan restoratif, hak-hak tersangka, terdakwa, saksi, ahli, dan korban, hak-hak kelompok disabilitas, perempuan, dan lansia, bantuan hukum, upaya hukum serta pembuktian dan konektivitas.

“Melalui kajian ini diharapkan dapat menjadi rujukan oleh DPR RI untuk mengidentifikasi berbagai tantangan, serta merumuskan rekomendasi yang konstruktif dalam pembaruan hukum acara pidana berbasis HAM,” jelas Atnike.

Saat ini, ia mengatakan KUHAP Tahun 1981 yang berlaku masih berlandaskan pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP) lama. Penyesuaian dinilai perlu dilakukan mengingat telah disahkannya KUHP baru pada 2023, yakni Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP.

“Diperlukan penyesuaian agar aturan prosedural dalam KUHAP selaras dengan substansi dalam KUHP baru. Terlebih, KUHAP 1981 dirasa tidak dapat lagi mengikuti perkembangan masyarakat yang dinamis karena perkembangan dan pengaruh teknologi,” kata Atnike.

Kemudian, Komnas HAM menilai pembaruan KUHAP merupakan momentum untuk membangun sistem peradilan pidana yang lebih adil, akuntabel, transparan, dan humanis, sebagaimana amanat Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 dan instrumen HAM internasional yang telah diratifikasi Indonesia.

“Hukum acara pidana yang baru harus dapat menjamin hak semua pihak dalam proses pidana, baik tersangka, terdakwa, korban, saksi, maupun kelompok rentan seperti perempuan, anak, penyandang disabilitas, dan lansia,” katanya lagi.

Maka dari itu, Komnas HAM berkomitmen memberikan kontribusi berbasis data, analisis hukum, dan prinsip-prinsip HAM agar RUU KUHAP dapat menjadi instrumen hukum yang tidak hanya prosedural, tetapi juga transformatif.

Selanjutnya, Atnike mengatakan Komnas HAM menyambut baik langkah DPR RI untuk membahas KUHAP baru secara tidak tergesa-gesa. Tentu, kata dia, langkah ini sejalan dengan prinsip negara hukum demokratis.

“Sekaligus menjadi bagian penting dari upaya demokratisasi hukum, dan penguatan sistem peradilan pidana yang menjunjung tinggi prinsip HAM,” pungkasnya.(Ant)

Halaman Selanjutnya

Saat ini, ia mengatakan KUHAP Tahun 1981 yang berlaku masih berlandaskan pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP) lama. Penyesuaian dinilai perlu dilakukan mengingat telah disahkannya KUHP baru pada 2023, yakni Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |