Korban Pelecehan Eks Rektor UP Laporkan Oknum Dosen yang Intimidasi ke Kemendikti

1 week ago 2

Jakarta, VIVA – Pihak korban kasus dugaan pelecehan seksual yang diduga dilakukan mantan Rektor Universitas Pancasila (UP), Edie Toet Hendratno, telah menyambangi Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah III, Kemendiktisaintek RI. Pengacara korban, Amanda Mantovani dan Yansen Ohoirat mendesak Kemendikti mencabut gelar profesor Edie.

“Pada prinsipnya kami meminta agar Kemendikti mencabut gelar profesor, SK mengajar, jabatan akademik, hak mengajar serta dibatasi masuk dalam lingkungan akademik,” ujar Amanda, Rabu, 23 April 2025.

Sementara itu, Yansen menambahkan, pihaknya pun membuat laporan terkait dugaan intimidasi yang dilakukan oleh dua orang dosen kepada korban. Mereka adalah DT dan YP. Pada tanggal 12 Februari 2024, korban RZ dipanggil oleh DT kemudian diminta mencabut laporan. 

“Dan, disampaikan di situ ini berdasarkan perintah dari rektor (saat itu) berarti kan relasi kuasa masih ada sampai dengan tahun 2024,” ujar Yansen.

Lalu, pada 20 Januari 2025. Giliran YP mengintimidasi dengan menyampaikan atas perintah yayasan, korban harus dipindahdari rektorat ke fakultas. 

“Kalau kita lihat dari kedua kejadian intimidasi tersebut itu semua atas dasar perintah berarti ini tidak terlepas dari relasi kuasa yang memang selama ini sudah kita duga,” kata Yansen.

Kemudian, pada laporan kedua, Kemendikti diminta menyelidiki beberapa dosen dan staf UP yang hadir dalam pertemuan mediasi di Pondok Indah Mall (PIM) 2, pada 1 Februari 2024. Adapun mereka yang hadir saat itu yakni sekretaris yayasan sekaligus dosen berinisial YS, Wakil Rektor II berinisial NY, Kabiro SDM inisial JH, Kabiro Umum inisial G serta staf khusus rektor inisial G. Pengacara korban mempertanyakan pertemuan yang dilakukan di jam kerja itu.

“Ketika mereka keluar dari tempat bekerja mereka, apakah ada agenda khusus atau adakah syarat-syarat administratif yang telah dilewati oleh mereka, kemudian ketika mereka keluar melakukan mediasi tersebut itu untuk operasional itu dibiayai oleh siapa, apakah dibiaya oleh ETH ataukah dibiayai oleh kampus?” ujarnya.

Untuk itu, pihak korban berharap Kemendikti memberi sanksi administratif ke eks Rektor UP, dosen hingga staf UP. Hal itu supaya tidak ada lagi intimidasi terhadap korban. 

“Korban RZ ini sedang dalam perlindungan lembaga saksi dan korban. Jadi segala macam bentuk intimidasi dan sebagainya itu, harap agar tidak dilakukan. Karena negara sedang melindungi seorang korban,” katanya.

Sebelumnya diberitakan, pihak korban kasus dugaan pelecehan seksual yang diduga dilakukan eks Rektor Universitas Pancasila (UP), Edie Toet Hendratno masih bekerja di UP, menyambangi Propam Polri, pada Rabu, 16 April 2025.

Mereka datang guna memberi asistensi atas kasus yang berjalan sejak Januari 2024 sampai sekarang, tapi tidak juga ada tersangka. Adapun, pihak korban diwakili pengacara kedua korban yakni Amanda Manthovani dan Yansen Ohoirat.

“Kami minta Propam Polri melakukan pengawasan terhadap laporan kami di Polda Metro Jaya, karena tingkatannya kan lebih tinggi,“ ujar Yansen, Rabu, 16 April 2025.

Adapun kasus dugaan pelecehan seksual yang dituduhkan kepada mantan Rektor Universitas Pancasila (UP), Edie Toet Hendratno belum juga ada tersangkanya.

Terkait hal ini, polisi pun angkat bicara. Kepala Subdirektorat Remaja, Anak, dan Wanita (Renakta) Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Polisi Evi Pagari berdalih pihaknya masih memeriksa sejumlah saksi meski kasus itu telah naik tahap penyidikan.

"Masih jalan proses sidik, belum tersangka. Masih panggil-panggil saksi-saksi," kata dia pada Senin, 1 Juli 2024.

Untuk diketahui, kasus dugaan pelecehan yang dituduhkan ke mantan Rektor Universitas Pancasila (UP), Edie Toet Hendratno statusnya telah naik dari penyelidikan ke tahap penyidikan. Artinya, kepolisian menemukan adanya unsur tindak pidana di dalam kasus ini.

"Akhirnya diputuskan dalam gelar perkara ini ada dugaan tindak pidananya, makanya ditingkatkan menjadi status penyidikan," ujar Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polri, Komisaris Besar Polisi Ade Ary Syam Indradi pada Jumat, 14 Juni 2024.

Halaman Selanjutnya

“Ketika mereka keluar dari tempat bekerja mereka, apakah ada agenda khusus atau adakah syarat-syarat administratif yang telah dilewati oleh mereka, kemudian ketika mereka keluar melakukan mediasi tersebut itu untuk operasional itu dibiayai oleh siapa, apakah dibiaya oleh ETH ataukah dibiayai oleh kampus?” ujarnya.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |