Jakarta, VIVA - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyampaikan komitmennya untuk terus perjuangkan hak-hak buruh dan pekerja Indonesia di tengah situasi ketenagakerjaan nasional. Ada beberapa poin yang disampaikan PKS dalam memperingati Hari Buruh Internasional atau May Day 2025.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan DPP PKS, Martri Agoeng menjelaskan pihaknya beri penghormatan setinggi-tingginya kepada seluruh buruh dan pekerja yang sudah berkontribusi besar bangun bangsa ini dengan keringat, tenaga, dan pikiran mereka.
Ia menyoroti beberapa persoalan ketenakerjaan seperti praktik outsourcing, eksploitasi, upah yang tidak memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL), belum disahkannya RUU Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) hingga RUU Pelindungan Pekerja Migran. Belum lagi ketidakjelasan status pekerja daring (driver online).
Martri menyinggung amanat Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan No. 168/PUU-XXI/2024 yang menyatakan perlunya pemisahan (revisi) UU Ketenagakerjaan dari UU Cipta Kerja, serta percepatan pengesahan Undang-undang pelindungan bagi pekerja informal dan pekerja digital.
Demo Hari Buruh di Jakarta
Photo :
- ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Pun, ia menyoroti realitas ketenagakerjaan di Tanah Air yang masih jauh dari harapan. Maka itu, dalam momen Hari Buruh Internasional tahun ini, Martri menegaskan sikap PKS.
"Pertama, PKS mendesak agar segera dibahas dan disahkan RUU Ketenagakerjaan baru sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi (MK)," kata Martri, dalam keterangannya, Kamis, 1 Mei 2025.
Menurut dia, pembahasan RUU Ketenagakerjaan itu dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Lalu, memenuhi kaidah meaningfull participation, yang melibatkan buruh, serikat pekerja, pengusaha dan masyarakat luas, bukan hanya suara elite.
Dia mengingatkan agar RUU Ketenagakerjaan yang akan disusun perlu menjangkau kelompok-kelompok yang tak terjangkau dalam UU sebelumnya. Pekerja yang termasuk dalam kategori gig workers perlu diperjelas hak dan kewajibannya.
"Apa yang menjadi kewajiban negara dan kewajiban pemberi kerja terhadap gig workers belum tertuang dengan jelas dalam undang-undang yang ada. Perlu pendalaman yang cukup dan ada penegasan, apakah undang-undang ketenagakerjaan yang sedang disusun akan menjangkau pekerja gig workers," jelas Martri.
Lalu, tuntutan kedua yaitu PKS menolak adanya praktik tenaga kerja outsourcing yang eksploitatif. "Ketiga, PKS mendorong agar penghitungan upah minimum dikembalikan berbasis pada kebutuhan hidup layak (KHL)," lanjut Martri.
Selanjutnya, keempat, ia mengatakan PKS mendorong pemerintah untuk melakukan mitigasi risiko terkait adanya potensi gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal di masa yang akan datang. Aksi nyata pemerintah penting untuk mengantisipasi potensi gelombang PHK yang masih terjadi.
"Kelima, PKS mendorong percepat pengesahan RUU Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) dan RUU Pelindungan Pekerja Migran," tutur Martri.
Pun, yang keenam, dia mengetakan bahwa PKS mendesak pemerintah untuk memperjelas status driver online sebagai pekerja formal.
Berikutnya, yang ketujuh, PKS mendorong adanya kolaborasi antara buruh dengan pengusaha. Dengan demikian, tercipta hubungan yang harmonis yang berdampak pada kesejahteraan buruh dan kemajuan dunia industri.
Martri mengingatkan buruh bukan sekadar roda ekonomi. Namun, bagi dia, buruh adalah tulang punggung bangsa.
"Maka dari itu PKS berdiri bersama buruh, membela hak-hak mereka, memperjuangkan keadilannya dalam membangun masa depan Indonesia yang lebih adil sejahtera dan bermartabat," jelas Martri.
Halaman Selanjutnya
Menurut dia, pembahasan RUU Ketenagakerjaan itu dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Lalu, memenuhi kaidah meaningfull participation, yang melibatkan buruh, serikat pekerja, pengusaha dan masyarakat luas, bukan hanya suara elite.