Jakarta, VIVA – Menjawab dinamika pidana atau kriminalitas di Indonesia yang sangat tinggi dan terus berubah-ubah, Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Profesor Gayus Lumbuun (STIH-PGL) berkomitmen melahirkan praktisi-praktisi hukum.
“Perkembangan kejahatan meningkat dengan cepat dan itu membutuhkan sentuhan para profesional di bidang hukum,” kata Ketua Yayasan Pendidikan Kiprah Pamor (YPKP), Prof Gayus Lumbuun dalam keterangan persnya, dikutip Kamis 6 Maret 2025.
Gayus Lumbuun
Photo :
- ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma
Menurut mantan Hakim Agung (2011-2018) tersebut, seorang profesional di bidang hukum harus terus meng-update ilmunya dan mengikuti perkembangan zaman. Terutama terkait dengan bentuk pelanggaran hukum yang ada di tengah masyarakat.
“Sekarang kita mengenal ada kejahatan bidang IT. Yang terbaru soal pengoplosan minyak yang dilakukan oleh lembaga negara yang mengurus perminyakan. Itu salah satu bentuk kejahatan baru,” ungkapnya.
Bentuk kejahatan lain yang juga membutuhkan perhatian profesional dibidang hukum adalah kejahatan terorisme. Sebagai dosen mata kuliah terorisme di UI, Gayus menemukan fakta mencenangkan terkait pendanaan.
“Sekarang sedang tiarap, tetapi kalau diteliti, ini bergerak terus termasuk di luar negeri. Ini juga menjadi bagian dari bagaimana orang hukum mengatasinya,” tambahnya.
Prof Gayus menekankan bahwa persoalan hukum itu sangat dinamis, sesuai perkembangan kehidupan masyarakat baik ditingkat nasional maupun internasional.
Perkembangan atau kejadian apapun yang terjadi di tengah masyarakat, sebenarnya hukum sudah bekerja di situ.
Lebih lanjut, Prof Gayus menjelaskan STIH-PGL yang sebelumnya bernama Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Indonesia (STIHI) telah melahirkan puluhan praktisi bidang hukum. Mereka kini telah berkiprah di tengah masyarakat baik sebagai hakim, jaksa maupun pengacara.
“Kami memang baru meluluskan sarjana hukum angkatan pertama. Namun sebagai sekolah tinggi, lulusan STIH-PGL sudah diarahkan menjadi praktisi hukum dan bukan periset sebagaimana sarjana hukum yang dihasilkan universitas,” tambahnya.
Karena itu, lanjut Prof Gayus, STIH-PGL dapat menjadi pilihan bagi mereka yang memang ingin menjadi praktisi di bidang hukum, dan terjun secara professional baik sebagai hakim, jaksa atau pengacara.
Dengan peringkat akreditasi Sangat Baik, lulusan STIH-PGL diakui setara dengan lulusan universitas negeri baik dalam hal jenjang kepangkatan atau keilmuan.
Kampus yang berlokasi di Jalan Lenteng Agung, Jakarta Selatan tersebut memiliki dukungan sarana dan prasarana yang memadai.
Bermitra dengan Universitas Krisnadwipayana (Unkris), mahasiswa STIH-PGL juga mendapatkan tim pengajar para ahli hukum dari Unkris termasuk menggunakan laboratorium ruang sidang yang dimiliki Unkris.
STIH PGL itu sendiri merupakan perubahan STIHI yang digagas Mien Sugandhi, Menteri Pemberdayaan Wanita era Presiden Soeharto pada 2002. Terhitung 16 Desember 2021, STIHI berubah nama menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Profesor Gayus Lumbuun (STIH PGL) berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nomor: 559/E/202.
Saat ini, STIH PGL baru memiliki satu Program Studi yakni Prodi Ilmu Hukum (S1). Namun tidak menutup kemungkinan dibukanya fakultas dan prodi lain dibidang teknik dan ekonomi.
“Rencananya, kami akan mengurus ijin membentuk fakultas lain dan aturan Kemendiktisaintek, kalau punya tiga fakultas dan prodi, maka saya bisa mengubahnya menjadi universitas. Dan soal nama, nantinya tidak harus Prof Gayus Lumbuun, bisa nama lain yang diusulkan,” tutup Prof Gayus.
Halaman Selanjutnya
Prof Gayus menekankan bahwa persoalan hukum itu sangat dinamis, sesuai perkembangan kehidupan masyarakat baik ditingkat nasional maupun internasional.