Jakarta, VIVA – Tupon Hadi Suwarno (68) atau biasa disapa Mbah Tupon menjadi korban mafia tanah. Warga Ngentak, Desa Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, DIY ini terancam kehilangan lahan seluas 1.655 meter persegi karena ulah mafia tanah.
Mbah Tupon yang tak bisa baca tulis ini menyebut dirinya tanda tangan sebanyak tiga kali pada dokumen yang setahunya adalah dokumen pemecahan sertifikat tanah. Saat menandatangani dokumen, Mbah Tupon tak dibacakan isi dokumen oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Mbah Tupon membeberkan karena tidak ada yang membacakan isi dokumen itu, dirinya tak tahu apa yang ditandatanganinya itu. Saat itu, Mbah Tupon mengaku hanya disuruh tanda tangan saja.
"Ping tigo nopo ping pinten niku kulo mboten kemutan. Mboten diwacakne, ngertose naming kon tanda tangan (tanda tangan tiga kali atau berapa kali, saya lupa. Tidak dibacakan isi dokumennya hanya disuruh tanda tangan," kata Mbah Tupon, Selasa, 29 April 2025.
Mbah Tupon korban mafia tanah di Bantul
Photo :
- VIVA.co.id/Cahyo Edi (Yogyakarta)
Mbah Tupon menerangkan saat akan tanda tangan dokumen itu dirinya sempat didatangi Triyono. Triyono sendiri merupakan orang suruhan Bibit Rustamto, pembeli tanah Mbah Tupon seluas 298 meter persegi.
Saat itu Triyono hanya mengatakan tanda tangan dokumen itu berkaitan dengan jual beli lahan 298 meter persegi. Tanda tangan Mbah Tupon diperlukan untuk melengkapi dokumen tersebut.
"Kulo jawab njih. Terus enjinge kulo mriki teng ngene Pak Bibit. Kulo tanglet pripun niki Pak Bibit kok kulo ken tanda tangan teng Krapyak (Saya jawab ya. Kemudian paginya saya datang ke Pak Bibit. Saya tanya gimana ini Pak Bibit kok saya suruh tanda tangan dokumen di Krapyak)," tutur Mbah Tupon.
Saat itu, menurut cerita Mbah Tupon, Bibit memintanya agar dirinya mengikuti saja. Bibit mengklaim dirinya akan terus memantau perkembangan Mbah Tupon menandatangani dokumen.
"Pak Bibit omong, 'Mbah, kowe manuto wae. Ora popo. Pokoke kowe tak kawal seko omah lewat HP (Pak Bibit waktu itu bilang, 'mbah, kamu ikuti saja. Tidak apa-apa. Saya ikut memantau dari rumah lewat handphone)," ucap Mbah Tupon.
Setelahnya, Mbah Tupon kemudian dijemput oleh seorang perempuan. Kemudian Mbah Tupon diajak ke daerah Krapyak. Saat itu Mbah Tupon tidak didampingi oleh anaknya.
"Kulo disanjangi Bu Fitri, 'Pak sertifikatmu kui aku ora ngowah-ngowah ngonanmu. Isih utuh. Sing tak balik nama ki sing 298 meter persegi (Bu Fitri bilang ke saya, 'Pak sertifikatmu tidak saya ubah. Masih utuh. Yang saya balik nama yang 298 meter persegi)," urai Mbah Tupon.
Saat ini Mbah Tupon hanya berharap satu hal yakni sertifikat tanahnya bisa kembali atas nama dirinya bukan atas nama orang lain.
"Enggal gek wangsul sertifikat kulo (semoga lekas kembali sertifikat tanah saya)," tutup Mbah Tupon.
Halaman Selanjutnya
Saat itu, menurut cerita Mbah Tupon, Bibit memintanya agar dirinya mengikuti saja. Bibit mengklaim dirinya akan terus memantau perkembangan Mbah Tupon menandatangani dokumen.