Vatikan, VIVA – Presiden Donald Trump mengatakan pada Sabtu, 26 April 2025, bahwa ia meragukan Presiden Rusia Vladimir Putin, yang ingin mengakhiri perangnya di Ukraina.
Ungkapan Trump mengekspresikan skeptisisme baru bahwa kesepakatan damai dapat segera dicapai. Padahal, sehari sebelumnya, Trump mengatakan bahwa Ukraina dan Rusia sangat dekat dengan kesepakatan.
"Tidak ada alasan bagi Putin untuk menembakkan rudal ke daerah sipil, kota-kota, dan desa-desa, selama beberapa hari terakhir," kata Trump dalam sebuah posting media sosial saat ia terbang kembali ke Amerika Serikat setelah menghadiri pemakaman Paus Fransiskus di Vatikan, di mana ia bertemu sebentar dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.
VIVA Militer: Presiden Rusia, Vladimir Putin
Melansir dari AP, Minggu 27 April 2025, Trump juga mengisyaratkan sanksi lebih lanjut terhadap Rusia.
"Itu membuat saya berpikir bahwa mungkin dia tidak ingin menghentikan perang, dia hanya memanfaatkan saya, dan harus ditangani secara berbeda, melalui "Perbankan" atau "Sanksi Sekunder?" Terlalu banyak orang yang sekarat!!!" tulis Trump.
Keraguan baru yang diutarakan Trump muncul saat presiden dan para pembantu utamanya mengintensifkan upaya mereka untuk mencapai kesepakatan guna mengakhiri perang yang dimulai pada Februari 2022, ketika Rusia menginvasi Ukraina.
Komentar tersebut juga sangat kontras dengan penilaian positif Trump bahwa kedua belah pihak sangat dekat dengan kesepakatan, setelah utusan khususnya, Steve Witkoff, bertemu dengan Putin di Moskow pada hari Jumat, 26 April 2025.
Percakapan Trump-Zelenskyy di sela-sela pemakaman Paus adalah pertemuan tatap muka pertama antara kedua pemimpin tersebut sejak mereka berdebat selama pertemuan panas di Ruang Oval di Gedung Putih pada akhir Februari.
Konfrontasi itu menyebabkan Gedung Putih menghentikan sementara bantuan militer AS dan pembagian intelijen dengan Ukraina.
Beberapa hari setelah memerintahkan penghentian sementara, Trump juga mengumumkan bahwa ia sangat mempertimbangkan untuk mengenakan sanksi dan tarif baru pada Rusia untuk mencoba mendorong Putin agar bernegosiasi dengan sungguh-sungguh.
Namun, Trump belum menindaklanjuti ancaman tersebut. Faktanya, ketika Trump mengumumkan tarif global baru bulan ini, satu ekonomi utama yang ia kecualikan adalah Rusia.
Senator AS Chuck Grassley, R-Iowa, pada hari Jumat, 25 April 2025, mendesak Trump untuk memberikan sanksi terberat kepada Putin, dengan alasan ada bukti jelas bahwa ia mempermainkan Amerika sebagai kambing hitam.
Ini adalah kedua kalinya dalam beberapa hari Trump menegur Putin, yang jarang dikritik secara terbuka oleh presiden Amerika.
Pada hari Kamis, 24 April 2025, Trump secara terbuka mendesak pemimpin Rusia untuk berhenti setelah serangkaian serangan mematikan di Kiev, ibu kota Ukraina.
Setelah pertemuan singkat mereka pada hari Sabtu, kantor Zelensky mengatakan tim AS dan Ukraina sedang mengatur agar para pemimpin dapat berbicara lagi pada hari Sabtu. Namun, Trump langsung pergi ke bandara Roma setelah pemakaman dan menaiki Air Force One untuk penerbangan 10 jam kembali ke Amerika Serikat.
Juru bicara Zelenskyy, Serhii Nykyforov, mengatakan Trump dan Zelenskyy tidak bertemu lagi secara langsung karena jadwal mereka yang padat.
Zelensky pun menyebut pertemuan itu sebagai "pertemuan yang baik".
“Kami banyak berdiskusi satu lawan satu. Berharap ada hasil dari semua yang kami bahas. Melindungi nyawa rakyat kami. Gencatan senjata penuh dan tanpa syarat. Perdamaian yang dapat diandalkan dan langgeng yang akan mencegah pecahnya perang lain,” kata pemimpin Ukraina itu.
Selain Trump, Zelensky juga mengadakan pembicaraan pada hari Sabtu dengan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer, Presiden Prancis Emmanuel Macron, dan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen.
“Pertemuan yang sangat simbolis yang berpotensi menjadi bersejarah, jika kita mencapai hasil bersama. Terima kasih.”
Gedung Putih mengatakan diskusi itu "sangat produktif."
Pertemuan keduanya berlangsung sekitar 15 menit di dalam Basilika Santo Petrus di Vatikan, tempat Fransiskus sering berkhotbah tentang perlunya mengakhiri perang secara damai, tepat sebelum Trump dan Zelenskyy duduk di tempat pemakaman di luar ruangan.
Vatikan telah lama menawarkan bantuan untuk memfasilitasi pembicaraan damai dan Fransiskus secara teratur menyerukan perdamaian dan dialog dari altar basilika.
Dengan adanya Trump dan Zelensky berbicara secara pribadi, bertatap muka dan membungkuk di kursi di lantai marmer rumah Paus, pada hari pemakamannya, mungkin merupakan cara yang tepat untuk menghormati keinginannya.
Trump mengatakan di media sosial, setelah ia tiba di Italia pada Jumat malam, Rusia dan Ukraina harus bertemu untuk pembicaraan tingkat sangat tinggi guna mengakhiri perang.
Baik Putin maupun Zelensky tidak mengomentari seruan Trump untuk perundingan langsung.
Trump juga telah mendesak kedua belah pihak untuk segera mencapai kesepakatan untuk mengakhiri perang, sementara Zelensky menyetujui rencana Amerika untuk penghentian awal permusuhan selama 30 hari, Rusia belum menandatanganinya dan terus menyerang target-target di dalam Ukraina.
Sementara itu, dalam sebuah pernyataan pada Jumat malam, Zelensky mengatakan pertemuan yang sangat penting mungkin terjadi dalam beberapa hari mendatang, dan menegaskan kembali seruannya untuk gencatan senjata tanpa syarat.
“Tekanan nyata terhadap Rusia diperlukan agar mereka menerima usulan Amerika untuk menghentikan tembakan dan bergerak menuju perdamaian, atau usulan kami, mana pun yang benar-benar dapat berhasil dan memastikan gencatan senjata yang dapat diandalkan, segera, dan tanpa syarat, dan kemudian jaminan perdamaian dan keamanan yang bermartabat,” katanya.
“Diplomasi harus berhasil. Dan kami melakukan segalanya untuk membuat diplomasi benar-benar bermakna dan akhirnya efektif.”
Pertemuan hari Sabtu itu juga terjadi tak lama setelah Trump mengeluarkan pernyataan paling definitifnya hingga saat ini tentang perlunya Ukraina menyerahkan wilayahnya kepada Rusia untuk mengakhiri perang.
Ia mengatakan dalam sebuah wawancara dengan majalah Time yang diterbitkan hari Jumat bahwa “Krimea akan tetap bersama Rusia.”
Sebagai informasi, Rusia merebut semenanjung strategis di sepanjang Laut Hitam di Ukraina selatan pada tahun 2014, beberapa tahun sebelum invasi skala penuh yang dimulai pada tahun 2022.
Zelensky ingin mendapatkan kembali Krimea dan wilayah Ukraina lainnya yang direbut oleh Rusia, tetapi Trump menganggap tuntutan itu tidak realistis.
Rusia juga telah merebut wilayah Ukraina di wilayah Luhansk, Donetsk, Zaporizhzhia, dan Kherson sejak menginvasi pada Februari 2022.
Mengacu pada Krimea selama wawancara yang dilakukan di Gedung Putih pada hari Selasa, Trump mengatakan, semua orang memahami bahwa Krimea telah bersama Rusia sejak lama.
Halaman Selanjutnya
Konfrontasi itu menyebabkan Gedung Putih menghentikan sementara bantuan militer AS dan pembagian intelijen dengan Ukraina.