Nasib Profesi Akuntan di Era AI, dari Sepi Peminat hingga Ancaman PHK Massal

3 weeks ago 8

Kamis, 2 Oktober 2025 - 19:30 WIB

Jakarta, VIVA – Beberapa tahun terakhir, profesi akuntansi di Amerika Serikat menghadapi tantangan serius akibat minimnya tenaga kerja. Kekurangan ini bahkan mendorong desakan reformasi lisensi Certified Public Accountant (CPA) di berbagai negara bagian. 

Namun, situasi perlahan mulai bergeser. Adopsi teknologi otomatisasi dan kecerdasan buatan (AI) generatif membuat pekerjaan akuntansi bisa diselesaikan lebih cepat dengan tenaga lebih sedikit. 

Menurut Jack Castonguay, profesor akuntansi di Hofstra University, tren ini merupakan titik balik pasar tenaga kerja akuntansi. “Kami mulai melihat perbaikan dalam 12 bulan terakhir,” ujarnya, seperti dikutip dari CFO, Kamis 2 Oktober 2025.

Meski jumlah akuntan dan auditor di AS naik tipis menjadi 1,44 juta pada Mei 2024 dari 1,43 juta pada 2023 (data Biro Statistik Tenaga Kerja AS), rasa cemas justru meningkat. Survei terhadap 588 profesional akun bayar (AP) oleh AvidXchange dan Institute of Finance and Management menunjukkan, 45% responden kini takut terkena PHK, naik tajam dari 27% pada 2024.

Untuk berjaga-jaga, 59% responden memilih mempelajari keterampilan baru, 53% mengambil proyek tambahan, dan 33% menempuh pendidikan lanjutan. 

Sementara itu, laporan Controllers Council mengungkap bahwa 53% eksekutif keuangan tidak mengalami kekurangan tenaga kerja, 33% hanya kekurangan sedikit, dan 10% menghadapi kekurangan signifikan. Namun, kenaikan gaji tahunan turun menjadi 3,5%, lebih rendah dibanding tahun sebelumnya.

Ancaman lain datang dari rekrutmen di firma akuntansi besar. PwC berencana mengurangi perekrutan lulusan baru untuk posisi pajak dan audit dalam tiga tahun ke depan. 

Ilustrasi menggunakan sistem akuntansi Mekari Jurnal

Menanggapi hal ini, Omar Roubi, instruktur akuntansi di University of Colorado Denver, menilai, niat PwC untuk merekrut lebih sedikit lulusan baru pada 2028, mengartikan bahwa pasar tenaga kerja akuntansi akan semakin ketat, atau mereka mencari individu yang lebih berpengalaman sejak awal dan menjadi kurang bergantung pada lulusan baru berkat hadirnya AI.

Selain faktor teknologi, pasokan tenaga kerja juga tertekan karena menurunnya jumlah mahasiswa yang memilih jurusan akuntansi. Untuk mengatasi hal ini, 22 negara bagian di AS telah melonggarkan aturan lisensi CPA dengan memberi alternatif pengalaman profesional sebagai pengganti 150 jam kredit kuliah.

Castonguay menegaskan bahwa kekurangan tenaga akuntansi saat ini lebih bersifat berdasarkan peran. “Saya tidak melihat kekurangan secara industri, melainkan lebih pada kekurangan peran tertentu,” ujarnya. 

Misalnya, analis pelaporan keuangan masih sulit dicari, begitu juga akuntan di firma kecil hingga menengah. Pemerintah daerah seperti di Minnesota juga kesulitan mencari auditor baru, seiring banyak CPA senior pensiun.

Laporan Controllers Council mencatat posisi tersulit diisi adalah controller dan asisten controller (34%), disusul bookkeeper/financial reporting (27%), accounts payable (22%), technical accountant (19%), accounts receivable (19%), dan analis FP&A (18%).

Halaman Selanjutnya

Source : Istimewa

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |