Nyaris Perang! Kisah Mencekam Bentrok Kopassus vs Marinir di Jakarta

15 hours ago 2

Sabtu, 22 Februari 2025 - 00:04 WIB

Jakarta, VIVA – Pada tahun 1964, Jakarta nyaris berubah menjadi zona konflik akibat ketegangan antara dua pasukan elit Tentara Nasional Indonesia (TNI), RPKAD (sekarang Kopassus) dan KKO (sekarang Marinir). 

Peristiwa ini terjadi akibat kesalahpahaman sepele yang berujung pada konfrontasi serius di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat. Kejadian ini sempat membuat ibu kota menjadi mencekam.

Dalam buku Benny: Tragedi Seorang Loyalis karya Julius Pour, disebutkan bahwa konflik ini bermula saat pasukan KKO tengah melakukan latihan baris-berbaris, sementara RPKAD berlatih mengemudi mobil di lokasi yang sama. Tidak diketahui pasti siapa yang memulai, tetapi ejekan antar pasukan mulai muncul dan semakin memanas.

Kedua belah pihak yang merupakan pasukan elit TNI ini mulai tersulut emosi. Saling ejek berubah menjadi baku hantam. Karena bentrokan terjadi di dekat markas KKO, jumlah pasukan mereka lebih banyak dibanding RPKAD. RPKAD yang merasa kalah jumlah segera menghubungi rekan-rekan mereka di Cijantung untuk meminta bantuan.

Permintaan bantuan dari RPKAD tidak main-main. Dalam waktu singkat, pasukan tambahan datang menggunakan truk dengan senjata lengkap. Kedua belah pihak bahkan mulai menyiapkan persenjataan lebih berat, termasuk sangkur, senapan serbu, dan bahkan bazooka.

Situasi semakin genting. Jalanan dari Kwini hingga Senen, Jakarta Pusat, berubah menjadi zona berbahaya. Masyarakat yang menyaksikan kejadian ini dilanda ketakutan. Mereka khawatir bentrokan antar pasukan elit ini akan berujung pada kontak senjata terbuka.

Di tengah ketegangan ini, Mayor Benny Moerdani, yang saat itu menjabat sebagai Komandan Batalyon I RPKAD, baru saja kembali dari bermain tenis di Senayan. Melihat iring-iringan truk penuh tentara RPKAD yang tergesa-gesa, ia curiga ada sesuatu yang tidak beres. Tanpa membuang waktu, ia mengejar konvoi tersebut untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

Saat tiba di lokasi, Benny mendapati kondisi yang sangat mencekam. Beberapa korban telah berjatuhan dari kedua kubu. Menyadari bahwa konflik ini harus segera dihentikan, Benny mengambil tindakan yang sangat berani. Masih mengenakan pakaian olahraga, serta tanpa membawa senjata, ia langsung menuju asrama KKO di Jalan Kwini.

Sesampainya di pos jaga, Benny disambut dengan ketegangan. Puluhan anggota Tjakrabirawa eks-KKO terlihat siap tempur dengan senjata yang sudah terkokang. Namun, seorang serdadu yang pernah bertugas di bawah komando Benny saat Operasi Trikora mengenali sosoknya dan memberikan hormat. Benny meminta serdadu tersebut untuk memanggil komandan mereka.

Tak disangka, komandan yang keluar adalah Mayor Saminu, teman lama Benny ketika bertugas di Solo. Melalui diskusi singkat, Benny meminta agar pasukan KKO tetap berada di dalam asrama, sementara ia sendiri yang akan mengendalikan pasukan RPKAD yang telah mengepung kawasan tersebut.

Akhir dari Ketegangan

Benny kemudian keluar dari asrama KKO dan menemui pasukan RPKAD yang sudah siap tempur. Amarah prajurit RPKAD kian mendidih usai mendengar kabar bohong bahwa, Benny ditangkap KKO.

Mendengar rumor bahwa komandannya ditangkap, mereka bersiap untuk menyerang. Namun, alih-alih pasukan KKO yang keluar, justru Benny yang muncul. Dengan suara lantang, ia memerintahkan pasukan RPKAD untuk kembali ke markas.

"Sudah, sudah. Pulang kalian semua!" bentaknya.

VIVA Militer: Truk Marinir siaga di Jakarta.

Para prajurit RPKAD yang kebingungan akhirnya menurut dan masuk kembali ke dalam truk. Mereka tidak menyadari bahwa pria yang hanya mengenakan celana pendek dan kaos olahraga itu adalah pemimpin gerilya dalam Operasi Trikora yang kelak menjadi Panglima ABRI.

Berkat keberanian dan kepemimpinan Benny Moerdani, bentrokan besar yang bisa berujung pada tragedi berdarah dapat dihindari. Peristiwa ini menjadi salah satu bukti bagaimana komunikasi dan kepemimpinan yang tepat dapat mencegah konflik yang berpotensi merusak persatuan di tubuh TNI.

Bentrok antara Kopassus (RPKAD) dan Marinir (KKO) pada 1964 adalah salah satu momen kelam dalam sejarah TNI yang diakibatkan oleh kesalahpahaman kecil yang berkembang menjadi perselisihan besar. Beruntung, kehadiran Mayor Benny Moerdani berhasil meredam situasi sebelum berubah menjadi tragedi. 

Halaman Selanjutnya

Intervensi Benny Moerdani

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |