Pasca UU Disahkan, KPK Terbitkan Surat Tetap Bisa Usut Direksi dan Komisaris BUMN

7 hours ago 2

Jakarta, VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengeluarkan surat edaran terkait dengan terbitnya Undang-Undang (UU) BUMN Nomor 1 tahun 2025. Surat edaran tersebut ditujukan hanya untuk lingkup internal lembaga antirasuah saja.

"Ya surat edaran diterbitkan oleh pimpinan pada awal Mei ini, sebagai bentuk komitmen sekaligus pedoman bagi seluruh unit kerja di lingkungan KPK," ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo di Gedung KPK pada Senin, 19 Mei 2025.

Juru Bicara KPK Budi Prsateyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan

Photo :

  • VIVA.co.id/Zendy Pradana

Budi menjelaskan, bahwa surat edaran tersebut merupakan pandangan lembaga antirasuah untuk tetap bisa mengusut dugaan rasuah di lingkungan BUMN.

"Kaitannya, pasca diterbitkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 terkait dengan BUMN, di mana KPK berpandangan tetap memiliki kemenangan untuk melakukan upaya-upaya pemberantasan korupsi, baik melalui aspek pendidikan, pencegahan, penindakan, ataupun koordinasi supervisi," kata Budi.

Surat edaran itu, kata Budi, merujuk kepada pedoman KPK bahwa Direksi, Komisaris hingga Dewan Pengawas di BUMN masih merupakan penyelenggara negara

"Termasuk kerugian di BUMN juga merupakan bagian dari kerugian negara," bebernya.

Lebih lanjut, Budi menjelaskan surat edaran untuk lingkungan internal KPK bersifat untuk meyakinkan dan menegaskan kembali terkait sikap KPK.

Pernyataan Ketua KPK soal UU BUMN

Ketua KPK, Setyo Budiyanto mengatakan bahwa ada sejumlah pasal di bawah Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang justru dimaknai menghalangi proses penyelidikan hingga penyidikan yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi di BUMN.

"KPK memaknai ada beberapa ketentuan yang dianggap akan membatasi kewenangan KPK dalam melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang terjadi di BUMN," ujar Setyo Budiyanto dalam keterangan tertulis pada Rabu, 7 Mei 2025.

Setyo menjelaskan, dalam aturan bahwa direksi BUMN itu bertentangan dengan ruang lingkup Penyelenggara Negara yang diatur dalam Pasal 1 angka 1, Pasal 2 angka 7 beserta penjelasannya dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

Eks Irjen Kementan itu menyebut dalam UU Nomor 28 tahun 1999 menjelaskan, bahwa hukum administrasi khusus berkenaan dengan pengaturan penyelenggara negara untuk mengurangi adanya KKN. Lantas, KPK berpedoman dengan aturan tersebut.

"Maka sangat beralasan jika dalam konteks penegakan hukum tindak pidana korupsi berkenaan dengan ketentuan penyelenggara negara, KPK berpedoman pada UU Nomor 28 Tahun 1999," ucap Setyo.

Lebih lanjut, Setyo menyebut dalam Pasal 9G UU turut mengatur bahwa tidak dimaknai bukan merupakan penyelenggara negara yang menjadi pengurus BUMN statusnya sebagai penyelenggara negara akan hilang.

Selanjutnya, KPK berpandangan bahwa komisaris direksi BUMN masih penyelenggara negara.

"Dengan demikian, KPK berkesimpulan bahwa Anggota Direksi/Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN tetap merupakan Penyelenggara Negara sesuai UU Nomor 28 Tahun 1999. Sebagai penyelenggara negara, maka Direksi/Komisaris/Pengawas BUMN tetap memiliki kewajiban untuk melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dan penerimaan gratifikasi," lanjutnya.

Pun, Setyo menegaskan sejatinya KPK masih bisa menangani kasus di BUMN. Sebab, KPK memiliki pandangan bahwa penegakan hukum atas korupsi di BUMN upaya menjaga perusahaan tetap baik.

"Artinya, KPK bisa menangani kasus korupsi di BUMN jika ada penyelenggara negara, ada kerugian keuangan negara, atau keduanya," bebernya.

Terkait aturan tersebut, tercantum dalam Pasal 9G Undang-undang Nomor 1 Tahun 2025 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara. Berikut bunyi pasalnya:

Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara.

Halaman Selanjutnya

Lebih lanjut, Budi menjelaskan surat edaran untuk lingkungan internal KPK bersifat untuk meyakinkan dan menegaskan kembali terkait sikap KPK.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |